MANOKWARI, KLIKPAPUA.com- Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat mencatat, terdapat penurunan produksi padi atau gabah kering giling (GKG) yang diikuti turunnya produksi beras selama 2022.
Hal ini, dikatakan Kepala BPS Papua Barat Maritje Pattiwaellapia saat merilis angka sementara luas panen dan produksi padi di Provinsi Papua Barat 2022, Selasa (1/11/2022) di aula BPS Papua Barat.
Disebutkan, pada 2022, luas panen padi diperkirakan sebesar 5,48 ribu hektare dengan produksi sekitar 24,03 ribu ton gabah kering giling (GKG).
“Jika dikonversikan menjadi beras, maka produksi beras pada 2022 diperkirakan sebesar 14,44 ribu ton,” terangnya.
Luas panen padi pada 2022 diperkirakan sebesar 5,48 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 0,94 ribu hektare atau 14,64 persen dibandingkan luas panen padi di 2021 yang sebesar 6,41 ribu hektare.
Produksi padi pada 2022 diperkirakan sebesar 24,03 ribu ton GKG, mengalami penurunan sebesar 2,90 ribu ton GKG atau 10,75 persen dibandingkan produksi padi di 2021 yang sekitar 26,93 ribu ton GKG.
Produksi beras pada 2022 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 14,44 ribu ton, mengalami penurunan sebanyak 1,74 ribu ton atau 10,75 persen dibandingkan produksi beras di 2021 yang sebesar 16,18 ribu ton.
Maritje menyebut, jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi padi sepanjang Januari−September 2022 diperkirakan setara dengan 11,52 ribu ton beras, atau mengalami penurunan sebesar 1,12 ribu ton (8,85 persen) dibandingkan Januari−September 2021 yang sebesar 12,63 ribu ton.
Sementara itu, potensi produksi beras sepanjang Oktober−Desember 2022 ialah sebesar 2,92 ribu ton.
Dengan demikian, total produksi beras pada 2022 diperkirakan sekitar 14,44 ribu ton, atau mengalami penurunan sebesar 1,74 ribu ton (10,75 persen) dibandingkan produksi beras pada 2021 yang sebesar 16,18 ribu ton.
Produksi beras tertinggi pada 2022 terjadi di bulan Maret, yaitu sebesar 3,41 ribu ton.
Sementara itu, produksi beras terendah diperkirakan terjadi pada bulan Juli, yaitu sebesar 0,05 ribu ton.
“Kondisi ini sedikit berbeda dengan tahun 2021, di mana produksi beras tertinggi terjadi pada bulan September, dan produksi beras terendah terjadi pada bulan Juli 2021,” bebernya.
“Tiga bulan kedepan, Produksi beras perlu dijaga agar tidak terjadi penurunan produksi beras,” lanjutnya.
Meski demikian, komoditas beras belum berpengaruh terhadap inflasi di daerah ini.
Jika dilihat dari produksi, Papua Barat bukan sebagai daerah penghasil beras, sehingga perlu kerjasama antar daerah penghasil beras.
“Papua Barat masih bergantung produk beras dari daerah penghasil seperti di wilayah Jawa,” tutupnya. (dra)