MANOKWARI,KLIKPAPUA.com- Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani mengungkapkan keterlambatan pencairan Dana Otonomi Khusus (Otsus) disebabkan oleh sejumlah item usulan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masuk dalam negative list atau daftar larangan penggunaan anggaran dari Kementerian Keuangan.
Lakotani mengatakan, dokumen persyaratan pencairan dana sebenarnya telah dikirim ke pemerintah pusat. Namun, berulang kali dikembalikan untuk direvisi karena masih terdapat pengajuan anggaran yang tidak sesuai ketentuan.
“Beberapa OPD masih menganggarkan hal-hal yang tidak boleh dibiayai dari dana Otsus. Ini sudah menjadi atensi dari Kementerian Keuangan,” ujar Lakotani usai apel di Manokwari, Senin (28/7/2025).
Ia menambahkan, proses revisi dokumen kini telah selesai dan diambil alih oleh Bappeda Papua Barat sesuai arahan Gubernur untuk menyesuaikan seluruh dokumen dengan ketentuan pusat.
“Terakhir sudah disetujui. Jadi tinggal proses, mudah-mudahan minggu ini atau paling lambat minggu depan dana sudah bisa dicairkan,” tegas Lakotani.
Lakotani menyebutkan Dana Otsus akan digunakan untuk mendukung sejumlah program prioritas, antara lain Papua Barat Cerdas, Papua Barat Produktif, dan Papua Barat Sehat. Seluruh program tersebut kini memasuki tahap persiapan teknis sebelum dilaksanakan.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan telah mengingatkan Pemprov Papua Barat dan sejumlah pemerintah kabupaten/kota agar segera melengkapi dokumen persyaratan penyaluran Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Tahap I Tahun Anggaran 2025.
Peringatan itu tertuang dalam surat Nomor S-19/PK/PK.4/2025 yang ditandatangani oleh Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Jaka Sucipta atas nama Dirjen Perimbangan Keuangan.
Berdasarkan evaluasi hingga 10 Juli 2025, realisasi penyaluran Dana Otsus dan DTI secara nasional baru mencapai Rp3,87 triliun atau 22,76 persen dari total pagu. Angka ini turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sudah mencapai 32,87 persen.
Dalam surat tersebut, Kemenkeu menyoroti beberapa persoalan administratif di Papua Barat, antara lain Rencana Anggaran Program (RAP) belum selesai, Dokumen perencanaan tidak lengkap atau tidak sah.
Ketidaksesuaian data antara Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan data dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD).
Pengajuan anggaran untuk belanja operasional rutin seperti ATK, konsumsi, dan peralatan kantor yang termasuk dalam negative list.
Honorarium tim atau panitia tanpa dasar hukum yang jelas, Penggunaan dana untuk belanja lembur, pembelian laptop, serta perjalanan dinas ke Jakarta yang seharusnya dapat dilakukan secara daring.
Kemenkeu memperingatkan bahwa keterlambatan ini dapat menyebabkan penundaan pencairan dana, meningkatnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), dan pengurangan alokasi Dana Otsus pada tahun anggaran berikutnya.
“Potensi pengurangan alokasi Dana Otsus dan DTI Tahun Anggaran 2026 karena keterlambatan ini akan memengaruhi penilaian kinerja,” tulis Jaka Sucipta dalam surat tersebut. (dra)