WAISAI,KLIKPAPUA.com– Badan Perencanaan Pembangunan Nasional-Republik Indonesia (Bappenas-RI) melalui Direktorat Kelautan dan Perikanan, menggelar dialog bersama pemangku kepentingan mendorong Program Coremap-CTI World Bank di Kabupaten Raja Ampat.
Kegiatan dialog tersebut berlansung di gedung aula lantai II Korpak Villa dan Resort, Jalan Trans Waisai, Kampung Persiapan Napirboi, Distrik Waigeo Selatan, Raja Ampat,. Senin (16/11/2020).
Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas RI, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM mengatakan, hampir semua kabupaten menjadi resah dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang membatasi wewenang kelautan bagi kabupaten. Karena itu pihaknya, sedang mengembangkan proyek inovasi pembangunan salah satunya di Raja Ampat sejak Juli 2019 sampai dengan Juli 2022 mendatang.
“Untuk itu, kami mengharapkan pengelolaan ekosistem pesisir mencapai 75% level biru serta berharap ada pemanfaatan konservasi kelautan berbasis masyarakat yang berkelanjutan,”harapnya
Menurut Sri, tujuan utama proyek ini, untuk meningkatkan efektivitas masyarakat dalam mengelola kawasan yang tentunya dilakukan karena rentang kendali di Provinsi jauh. Selain itu, kata dia, ketika desa/kampung sudah mempunyai aturan adat tentunya itu yang akan dikedepankan.”Dalam proyek ini beberapa yayasan dihadirkan guna membantu masyarakat meningkatkan kapasitasnya,”ujarnya
Kesempatan yang sama, Kepala Bappeda Kabupaten Raja Ampat menuturkan, Coremap – CTI tahun 2019 adalah benar- benar milik Raja Ampat. Namun, sekarang laut sudah dibawah pengelolaannya Provinsi sehingga Coremap-CTI tahun ini berbeda. Lanjut menjelaskan, konsentrasi pengembangan potensi Raja Ampat ada di perikanan dan kelautan, karena di wilayah daratan 60 % cagar alam, 20 % hutan lindung dan sisanya hutan produksi dan lainnya. “Karena kelautan telah dikelola provinsi. Maka, kami tidak bisa lagi berkosentrasi di kelautan,”ungkapnya.
Selain itu tambah Wairoy, berbagai upaya telah di lakukan untuk membuka akses potensi. Salah satu upayanya adalah dengan merencanakan taman Nasional di Raja Ampat. Tapi, belum ada langkah-langkah selanjutnya. Sebab, kata Wairoy, pada tahun 2014 tata ruang di Raja Ampat sudah ditetapkan secara tergesa-gesa untuk memberikan ruang kearah laut/pantai. Sehingga bisa dikelola untuk pariwisata oleh pihaknya. Namun, laut telah di kelola provinsi.
“Kami berharap diberikan akses pengelolaan laut agar Raja Ampat dapat lebih berkembang. Untuk itu, kedepan kami berencana untuk membatasi masuknya perusahaan pariwisata seperti membatasi jumlah resort agar keindahan alam Raja Ampat tetap terjaga. Selain itu, kami juga berencana membangun kawasan wisata terpadu di kawasan Waigeo, Salawati Tengah dan Misool. Jika ada investor yang masuk akan dipusatkan di kawasan terpadu tersebut,”bebernya
Sementara Ketua DAS Ma’ya Raja Ampat, Kristian Thebu mengatakan, Wayag adalah tempat pembesaran dan pendewasaan bibit pari manta terluas di Asia. Oleh karenanya, jika akan dikembangkan atau dibangun agar dilakukan kajian mendalam. Sehingga jangan sampai terjadi seperti piaynemo yang sekarang karena dengan banyaknya aktivitas Speedboat biotanya menjadi berkurang.
Pihaknya juga mendukung program yang dibuat di Raja Ampat tetapi dalam pelaksanaannya harus memperhatikan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. “Mengenai hak Ulayat, kita harus bisa memberikan pemahaman baik kepada masyarakat agar ekosistem laut harus dilindungi bersama oleh seluruh pemilik hak Ulayat,” tandasnya.
Turut hadir Ketua LMA Betkaf, Ir. Willem Watem, BKKPN Kupang Satker Wilayah Raja Ampat, M. Ramli Firman, Direktur Ekskutif ICCTF, Tony Wagey, para Kepala-Kepala Kampung, perwakilan yayasan, stakeholder lainnya, serta jajaran Bappenas RI. (djw)