Polda Papua Barat Tangkap 49 Penambang Emas Ilegal, Sita Merkuri hingga Alat Berat

0
Para penambang emas ilegal menjalani sidang di Pengadilan Negeri Manokwari.

MANOKWAR,KLIKPAPUA.com- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Papua Barat mengungkap sebanyak 49 kasus penambangan emas ilegal sejak tahun 2023 hingga pertengahan 2025.

Dalam penindakan tersebut, polisi menyita berbagai barang bukti, termasuk alat berat jenis ekskavator, cairan merkuri, butiran emas hasil tambang.

Direktur Reskrimsus Polda Papua Barat, Kombes Pol Sonny Tampubolon, menyampaikan upaya penegakan hukum terhadap tambang emas ilegal dilakukan secara konsisten, meski dihadapkan dengan tantangan berupa aktivitas masyarakat lokal yang menjadikan lokasi tambang sebagai sumber mata pencaharian.

“Sejak 2023, kami telah menangkap 49 orang pelaku tambang ilegal. Barang bukti yang diamankan antara lain 6 unit ekskavator, puluhan mesin diesel, selang, merkuri, dan butiran emas dengan total berat mencapai ribuan gram,” ungkap Sonny belum lama ini.

Pada 2023, polisi menangkap 9 orang pelaku dan menyita 1 unit ekskavator serta 78,76 gram emas. Seluruh tersangka dan barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua Barat (P21 dan tahap II).

Kemudian pada 2024, Ditreskrimsus kembali mengamankan 8 orang pelaku, 2 unit ekskavator merk CAT, 4 mesin diesel, dan merkuri seberat lebih dari 5 kg, serta pasir mengandung emas seberat 4.248,22 gram. Seluruhnya juga telah diproses hukum dan dilimpahkan ke pengadilan.

Sementara pada 2025, hingga Juli, polisi menangkap 31 pelaku tambang ilegal serta menyita 3 unit ekskavator, 156,05 gram emas, 7 selang tambang, 4 mesin diesel, dan 2 unit chainsaw.

Dua orang diduga sebagai pemodal, satu di antaranya berhasil ditangkap, sementara satu lainnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

“Kami tidak hanya menyasar pekerja lapangan, tapi juga para pemodal dan aktor intelektual di balik tambang ilegal ini,” tegas Sonny.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Barat, Sammy JR Saiba, menjelaskan bahwa pemerintah provinsi telah mendorong legalisasi tambang rakyat.

Namun, proses tersebut masih menunggu kewenangan dari Kementerian Kehutanan terkait status kawasan hutan yang menjadi lokasi tambang.

“Kalau dilegalkan, pemerintah bisa melakukan pengawasan dan reklamasi bekas tambang. Tapi karena ini masih kawasan hutan lindung atau konservasi, kewenangannya di pusat,” kata Sammy.

Saat ini, kasus-kasus penambangan ilegal yang telah diproses tengah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Manokwari.

Di antaranya, 13 terdakwa termasuk Imelada alias Melda yang ditangkap di Distrik Hink, Pegunungan Arfak, pada Februari 2025.

Kuasa hukum terdakwa, Renold Renyaan, mengatakan jaksa telah menuntut Melda dengan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp5 miliar, sementara 12 terdakwa lainnya dituntut 1 tahun penjara dan denda Rp4 miliar.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Barat, Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo, menegaskan bahwa Polda akan terus berkomitmen menindak tegas aktivitas tambang ilegal.

“Kami mengimbau masyarakat tidak tergiur tambang ilegal. Kegiatan ini merusak lingkungan dan memiliki konsekuensi hukum yang berat,” pungkasnya. (dra/rls)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses