BADUNG,KLIKPAPUA.com — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menegaskan pentingnya sinergi antar-kementerian dalam mempercepat penanganan malaria dan isu kesehatan lainnya di Tanah Papua. Hal ini disampaikannya dalam forum strategis Side Meeting: High-Level Forum with Six Governors yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan 9th Asia Pacific Leaders’ Summit on Malaria Elimination. Kegiatan ini berlangsung di Graha Paruman 1+2+3 Hilton Bali Resort, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (17/6/2025).
Forum tersebut turut dihadiri oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia (RI) yang juga merupakan anggota Asia Pacific Leaders’ Summit on Malaria Elimination Susilo Bambang Yudhoyono, serta Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, dan para gubernur atau perwakilan dari enam provinsi se-Tanah Papua.
Ribka menyampaikan komitmen pemerintah pusat dalam mendukung sektor kesehatan sebagai fondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. “Kami di Kementerian Dalam Negeri terus konsisten bersama Kementerian Kesehatan dalam menyikapi persoalan kesehatan nasional. Dari Presiden pertama hingga Presiden saat ini, kesehatan tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan bangsa,” ungkapnya.
Ribka menekankan bahwa bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini harus diarahkan menjadi kekuatan produktif. Untuk itu, masyarakat Indonesia harus dipastikan sehat dan cerdas, khususnya masyarakat di wilayah-wilayah yang masih menghadapi tantangan berat dalam pelayanan kesehatan seperti Tanah Papua.
“Penanganan masalah eliminasi malaria dan kesehatan secara umum tidak bisa hanya dibebankan kepada Kementerian Kesehatan. Ini harus menjadi kerja bersama lintas kementerian dan seluruh elemen bangsa. Harus ada sinergi nyata, mulai dari level pusat hingga ke pemerintahan paling bawah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan preventif dan kuratif dalam penanganan masalah kesehatan. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk lebih aktif mendorong gerakan hidup sehat dan sosialisasi di tingkat masyarakat, disertai dengan penyediaan tenaga kesehatan, peralatan, dan infrastruktur kesehatan yang memadai.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan perlunya riset khusus untuk memahami tantangan kesehatan di Papua yang sangat kompleks. “Bukan hanya malaria, tapi juga HIV/AIDS, TBC, dan penyakit lainnya. Kondisi geografis yang terisolasi di banyak wilayah Papua membuat intervensi kesehatan kerap tidak optimal. Riset menjadi kunci untuk mendesain kebijakan yang tepat sasaran,” jelasnya.
Dalam forum tersebut, Ribka juga menyampaikan harapan besar kepada Menteri Kesehatan agar dapat mendorong pembangunan rumah sakit tipe A atau B di masing-masing provinsi di Tanah Papua. Menurutnya, hal ini sangat mendesak demi menghadirkan akses kesehatan yang adil dan merata.
“Kalau memang kita serius menjadikan kesehatan sebagai dasar hidup masyarakat Papua, maka sudah saatnya kita pikirkan secara by design kebutuhan rumah sakit tipe A di setiap provinsi. Kami siap berkoordinasi dengan Menteri PU, Menko, dan para gubernur di Papua untuk menghitung biaya dan merancang skema pembangunan rumah sakit tersebut. Daerah juga harus berinovasi,” pungkasnya.
Komitmen tersebut menjadi pesan kuat dari pemerintah pusat bahwa pembangunan kesehatan di Papua tidak boleh dikesampingkan. Melalui kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis riset, Indonesia diharapkan mampu menghadirkan keadilan kesehatan bagi seluruh rakyat, menuju visi besar Indonesia Emas 2045.(rls)