Hadiri Pra Gelar Tikar Adat, Ini Ajakan Ketua MRPB kepada Suku Sougb Bohon

0
Ketua MRPB Maxsi Nelson Ahoren saat menghadiri Pra Gelar Tikar Adat untuk 4 distrik, akhir pekan lalu, di poros Isim Horna, Kampung Isim, Distrik Dataran Isim, Kabupaten Manokwari Selatan. (Foto: Aufrida/klikpapua)
MANSEL,KLIKPAPUA.com–Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Maxsi Nelson Ahoren mengajak masyarakat Suku Sougb Bohon untuk tidak mudah terprovokasi oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.
“Harus saling menjaga. Jika ada warga yang tidak dikenal sebaiknya melapor kepada pihak keamanan,” imbau Ketua MRPB saat menghadiri Pra Gelar Tikar Adat untuk 4 distrik, akhir pekan lalu, di poros Isim Horna, Kampung Isim, Distrik Dataran Isim, Kabupaten Manokwari Selatan.
Dikatakan Maxsi, situasi Papua Barat saat  ini ada sedikit tegang, sehingga empat Dewan Adat Suku (DAS) di empat distrik harus menyampaikan kepada masyarakatnya tentang situasi Papua Barat saat ini.
Contoh kejadian di Kampung Kisor, Maybrat, harus menjadi pelajaran. “Saat ini sunyi karena sejak kasus Kisor terjadi semua orang lari ke hutan dan ada juga yang lari ke kota,” ungkapnya.
Dampak dari hal-hal tersebut banyak  Pegawai Negeri Sipil yang non Papua mantri dan suster yang non Papua mereka tidak bisa bekerja karena adanya ketakutan. “Sekarang orang ada sakit siapa mau tolong mereka, anak-anak ini terlantar semua siapa yang mau kasih belajar dorang, mereka takut karena jangan sampai kejadian di Bintuni dan di Maybrat itu terjadi di Manokwari Selatan, yang rugi dan korban hari ini kita yang korban, oleh karena itu kita 4 DAS harus sepakat untuk menyampaikan kepada pemerintah kita siap menjamin keamanan para tenaga medis, kita tidak tahu kapan penyakit itu datang,” tuturnya.
Maxsi pesan agar kasus yang terjadi di daerah lain, tidak terjadi di Kabupaten Manokwari Selatan.  “Kitong harus jaga ini dengan baik, fokus kita hari ini adalah bagaimana kenyamanan, aman, untuk kita punya anak-anak, bagaimana kita bisa hidup dan makan, bagaimana kita bisa hidup untuk sekolahkan anak-anak.”
Ditegaskan Maxsi, bahwa saat ini masyarakat Arfak sudah lepas aktifitas yang menjauhkan dari NKRI, sehingga jangan lagi ada yang membangun organisasi-organisasi yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Mari kita sama-sama nyatakan tolak organisasi-organisasi tersebut, yang dapat menjauhkan kita dari NKRI, yang urus barang itu ada orang lain, tugas kita saat ini kasih sekolah anak, urus keluarga, kita jangan terlibat organisasi-organisasi terlarang, ” tuturnya.
“Untuk organisasi Papua Merdeka kita orang Arfak juga sudah pernah berbicara terkait itu, sehingga kita berada diketerbelakangan dan tidak pernah diberkati, akhirnya orang lain yang maju dan kita hanya menjadi penonton,” kata Maxsi.
“Namun waktu terus berjalan kita orang Arfak meninggalkan itu semua itu, dan kembali kepangkuan NKRI, dan kita mulai maju duduk di pemerintahan, baik itu DPR, Bupati bahkan Gubernur,” sambung Maxsi.
Lanjut Maxsi, pengalaman yang terjadi di tahun 1965 hingga tahun 1969 masyarakat Arfak adalah korban. “Kami ini adalah orangtua yang pelaku, akhirnya orang tua kami ditangkap di bawa dan diasingkan pergi bertugas di daerah Sulawesi, akhirnya lahirlah kami-kami ini yang lahir sekarang ini.” (aa)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.