MANOKWARI,KLIKPAPUA.com— Wakil Gubernur Papua Barat Mohammad Lakotani memaparkan perkembangan penanganan pandemi COVID-19, Outlook perekonomian dan keuangan Papua Barat. Untuk Vaksinasi hingga 21 November 2021, Provinsi Papua Barat telah melakukan vaksinasi dosis pertama kepada 307.747 orang atau 38,59% dan vaksinasi dosis kedua kepada 195.870 orang atau 23,54% dari total sasaran vaksinasi tahap I dan tahap II sebanyak 797.402 orang.
Persentase pelaksanaan vaksinasi Papua Barat masih lebih rendah dibandingkan dengan persentase vaksinasi dosis I nasional sebesar 64,56% maupun persentase vaksinasi dosis II nasional sebesar 42,86% dari sasaran vaksinasi nasional kepada 208.265.720 orang. Sekiranya mulai sekarang hingga tahun 2022, realisasi vaksinasi covid-19 di Provinsi Papua Barat dapat ditingkatkan lebih tinggi lagi.
Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani saat membuka Temu Responden Bank Indonesia di Hotel Aston Niu, Rabu ( 24/11/2021 ). Pemerintah Provinsi Papua Barat mengucapkan terimakasih kepada pihak pihak yang telah membantu percepatan vaksinasi di Papua Barat.
Wakil Gubernur mengatakan dimana perekonomian Provinsi Papua Barat pada triwulan III 2021 berdasarkan rilis BPS Provinsi Papua Barat masih terkontraksi sebesar -1,76% (yoy) atau membaik dibandingkan triwulan II 2021 yang terkontraksi lebih dalam sebesar -2,39% (yoy). Secara sektoral, PDRB ( Produk Domestik Regional Bruto ) Migas masih mencatat kontraksi sebesar -7,47% (yoy) dan PDRB Non-Migas mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 3,34% (yoy).
“Dari sisi pengeluaran, ekspor luar negeri memiliki sumbangan terbesar mencapai 52,93% namun tercatat kontraksi -9,33% (yoy). Kabar baik datang dari konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh positif 1,72% (yoy) dan memberikan sumbangan terbesar kedua mencapai 28,39%. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas masyarakat seiring dengan pemulihan ekonomi di Papua Barat,” ungkapnya.
Investasi, yang merupakan penyumbang terbesar ketiga, tercatat masih terkontraksi sebesar -11,63% (yoy), sedangkan sisi pengeluaran yang memberikan sumbangan terbesar keempat mencapai 14,22% yaitu konsumsi pemerintah, masih tercatat kontraksi sebesar -7,75% (yoy) seiring dengan penurunan pagu anggaran APBD dan APBN Provinsi Papua Barat.
Jelang HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) Natal dan Tahun Baru, data BPS juga menunjukkan tingkat inflasi IHK di Provinsi Papua Barat pada Oktober 2021 tercatat sebesar 4,14% (yoy), jauh diatas tingkat inflasi nasional yang masih 1,66% (yoy). Pada periode ini juga, provinsi papua barat menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang mengalami inflasi di atas rentang sasaran nasional 3±1% (yoy).
Tingginya inflasi pada 2021 ini disumbang oleh semua kelompok disagregasi inflasi. Meningkatnya inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan optimisme pemulihan ekonomi, ditengah pasokan yang terbatas. “Kedepan, kami berharap koordinasi dan sinergi tim pengendalian inflasi daerah (TPID) dengan pelaku usaha terus ditingkatkan dalam menghadapi risiko tekanan inflasi.Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan yang ditunjukkan dari kinerja perbankan, data Bank Indonesia menujukkan kinerja perbankan di Papua Barat sampai dengan Oktober 2021 tercatat masih lebih rendah dari tahun lalu, hal tersebut tercermin dari posisi aset yang terkontraksi -14,88% (yoy) dan dpk masih terkontraksi -22,35% (yoy),” tandasnya.
Dikatakan bahwa berita baik datang dari kredit yang tumbuh sebesar 7,12% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut berasal dari peningkatan kredit untuk keperluan modal kerja, investasi, dan konsumsi. Per Oktober, jumlah kredit yang direstrukturisasi dan jumlah debitur turut mengalami
penurunan. Selanjutnya, rasio kredit bermasalah atau NPL secara gross juga tetap terjaga dalam batas wajar pada tingkat 2,70%. “Kedepan, kami berharap perbankan di Papua Barat tetap menjadi motor pertumbuhan melalui pembiayaan sektor produktif, khususnya juga UMKM.”
Ditambahakan, dimana dari sisi pembayaran non-tunai, Bank Indonesia mencatat sampai dengan Oktober 2021, nilai transaksi mengalami penurunan Rp4,38 triliun dibandingkan pada tahun 2020 sehingga mencapai Rp8,13 triliun. Nilai ini menurun sejalan dengan penurunan PDRB Papua Barat tahun 2021. Disamping itu, pemerintah bersinergi dengan Bank Indonesia untuk terus berupaya mendorong pembayaran non-tunai melalui program yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat dalam rangka membangun percepatan ekosistem digitalisasi.
Beberapa inisiatif seperti kampanye quick response indonesian standard (qris) telah dilakukan melalui sinergitas Pemerintah, Perbankan, Pelaku Usaha, Asosiasi, UMKM Binaan, dan Mahasiswa. Sejak implementasi efektif per 1 Januari 2019, akseptansi Qris per 31 Oktober 2021 tercatat sebanyak 17.208 pedagang atau meningkat 202% (yoy).
Kedepan, pihaknya berharap kinerja sistem pembayaran di Papua Barat dapat dipertahankan dan ditingkatkan menjadi semakin aman, cepat, efisien, dan handal. Dari sisi belanja pemerintah, penurunan pagu anggaran belanja APBN dan APBD pada 2021 ini menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan, per 2 November 2021, DJPB Provinsi Papua Barat mencatatkan total realisasi dana pen provinsi papua barat telah mencapai Rp1,47 triliun atau meningkat 10,79% (yoy) dibanding realisasi dana pen provinsi Papua Barat tahun 2020.
“ Meskipun realisasi dana pen meningkat, persentase realisasi belanja pemerintah masih lebih rendah dibanding tahun 2020, hingga triwulan III 2021, realisasi belanja negara APBN masih lebih rendah -25,35% (yoy) dibanding realisasi triwulan iii 2020. sedangkan, realisasi belanja APBD tercatat lebih rendah sebesar -28,95% (yoy) dibanding realisasi belanja APBD triwulan III 2020. Harapannya untuk triwulan iv 2021, realisasi belanja APBN dan APBD dapat kita tingkatkan demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif di papua barat,” pungkasnya.(aa)