MANOKWARI,KLIKPAPUA.com— Asosiasi Peternak Ayam Petelur Manokwari berharap masa pandemi Covid-19 saat ini, langkah pemulihan ekonomi terhadap pelaku UMKM hendaknya dilakukan pemerintah tidak hanya melalui bantuan subsidi, tetapi juga dilakukan proteksi terhadap persaingan usaha para pemodal besar yang membanjiri pasar daerah.
Wakil Ketua Asosiasi Peternak Ayam Petelur Manokwari, Farid Maulana mengaku, sebulan terakhir peternak telur lokal di Manokwari menjerit akibat harga telur yang sangat fluktuatif akibat produk telur impor dari luar daerah yang didatangkan oleh para pemasok pedagang antar pulau.
Hal ini disampaikan saat ditemui wartawan di lokasi peternakannya di Anday Farm, Sabtu ( 20/02/2021). Farid menyebut, anggotanya yang tergabung dalam asosiasi tersebut mengeluhkan harga telur yang terus fluktuatif di kisaran 300 – 320 ribu per ikat/6rak atau sekitar 50 – 53 rb/rak.
Pasalnya, lanjut dia, peternak yang tergabung dalam asosiasi merupakan peternak kecil dan peternak pemula yang baru mengusahakan ayam petelur dengan populasi antara 200 – 300 ekor, sehingga sangat merasakan sekali fluktuasi harga telur saat ini yang bisa sampai jatuh di harga 50 ribu/rak.
Berdasarkan hasil analisa usaha yang dilakukan oleh asosiasi beberapa waktu lalu, kata Farid, harga Pokok Penjualan (HPP) telur bagi peternak kecil yang skala populasi 200 – 300 ekor adalah harga 343.234/ikat atau sekitar 57.206/rak. Sehingga jika harga pasaran telur saat ini terus bertahan, dipastikan banyak peternak kecil dan peternak pemula yang akan gulung tikar. “Berdasarkan analisa kita, HPP telur lokal kita dikisaran angka 57.206/rak atau sekitar 343.234/ikat atau 6 rak,” ungkap Farid.
Sementara itu, salah satu peternak asli Papua yang juga dewan pengawas Asosiasi Peternak Ayam Petelur Manokwari, Jotam Senis yang baru memulai usahanya setahun terakhir ini, berharap pengurus Asosiasi agar bisa mengkoordinasikan harga telur ini dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait agar dicarikan solusi yang baik, karena sebenarnya sudah mulai banyak masyarakat yang tertarik untuk menggeluti usaha beternak ayam petelur ini di Manokwari.
“Asosiasi harus bisa mengkomunikasikan masalah ini dengan pihak terkait, karena kalau tidak, peternak lokal dan peternak pemula yang baru memulai usaha ini, akan gulung tikar dan dipastikan akan membuat jera para peternak lokal untuk menggeluti usaha ini,” tuturnya.
Jotam meminta pemerintah daerah melalui OPD terkait dapat memediasi asosiasi yang memayungi kepentingan peternak lokal dan peternak kecil ini dengan peternak besar dan juga para pemasok telur dari luar daerah, agar dicarikan solusi yang tepat yang dapat memuaskan semua pihak.
Terpenting, terang Jotam, adalah seharusnya pemerintah daerah dalam situasi pandemi covid-19 saat ini memberikan keberpihakan kepada peternak kecil dan peternak lokal yang ada di daerah, karena peternak ayam petelur merupakan kategori UMKM yang perlu diproteksi agar tumbuh menjadi UMKM yang sehat yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangsih pada pertumbuhan ekonomi daerah.
“Saya juga berharap pada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau apa namanya dapat juga memberikan perlindungan dan juga edukasi pada konsumen atau masyarakat kita atas pemenuhan kebutuhan gizi hewani asal telur ini,” ungkap Jotam.
Menurut Jotam, seharusnya ada kajian atau riset sebenarnya apakah benar telur asal luar daerah tersebut memberikan konstribusi positif atas sumbangan protein hewani bagi masyarakat di daerah atau sebaliknya. “Pertanyaannya, berapa selisih kandungan protein telur lokal yang diproduksi di Manokwari dengan telur impor luar daerah yang telah disimpan beberapa lama, baik selama digudang ataupun selama perjalanan,” tegas Jotam.
Dia menyampaikan, keunggulan telur lokal Manokwari dapat dipastikan kesegaran dan dipastikan tidak ada yang busuk saat sampai ditingkat konsumen, tapi beberapa bulan belakangan terdapat banyak temuan ditingkat konsumen telur yang busuk saat dibeli oleh konsumen dan dipastikan itu bukan telur lokal. “Cuma memang kita tidak tahu yah, apakah YLKI ataupun pengaduan konsumen itu, apakah harus ada yang mengadu dulu baru dapat dilakukan tindakan ataukah seperti apa,” bebernya.
Jotam lalu berharap Asosiasi bersama dinas terkait dapat menghitung berapa sebenarnya kebutuhan telur di Manokwari dalam sebulan dan berapa kapasitas total poduksi telur para peternak lokal, sehingga data tersebut dapat menjadi dasar untuk Asosiasi mendorong dan mengusulkan kebijakan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait.
“Saat ini kalau berdasarkan data ril Asosiasi dalam beberapa kali rapat bulanan, terdapat sekitar 25 anggota Asosiasi, belum termasuk peternak besar. Ini kan bisa dihitung dengan mudah berapa kapasitas produksi telur tiap hari dan tiap bulannya, tinggal berapa sebenarnya kebutuhan konsumsi telur kita di Manokwari, berdasarkan berapa kontainer telur luar daerah yang masuk,” tutup Jotam.(rls/aa)