JAKARTA,KLIKPAPUA.COM – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus memantau Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melaksanakan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Pemerintah Daerah. Sebagaimana diketahui, instruksi itu ditujukan kepada seluruh pemerintah daerah agar melakukan refocusing, realokasi anggaran untuk mendukung seluruh program-program kegiatan dalam penanganan Covid-19.
“Sejak dterbitkan dan ditandatangani Mendagri pada tanggal 2 April 2020, kami selalu pantau agar seluruh Pemda menjalankan Instruksi tersebut, karena Pemda juga diberikan waktu selama 7 (Tujuh) hari untuk melaksanakan, terutama yang berkaitan dengan alokasi anggaran tertentu/refocusing dan atau perubahan alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19,” kata Plt. Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto di Jakarta, Senin (13/04/2020).
Adapun refocusing dan atau perubahan alokasi anggaran yang dimaksud diarahkan kepada 3 (tiga) hal, yakni; Pertama, penanganan kesehatan dan hal-hal lain terkait kesehatan; Kedua, penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha di daerah masing-masing tetap hidup; dan Ketiga, penyediaan jaring pengaman sosial/social safety net.
“Berdasarkan data yang dihimpun per tanggal 12 April 2020 pukul 21.43 WIB, dari 34 Provinsi, 416 Kabupaten, dan 98 Kota di Indonesia, sebanyak 508 daerah telah mengalokasikan refocusing untuk penanganan kesehatan yang diambil dari kegiatan, Hibah/Bansos, dan Belanja Tidak Terduga (BTT), ada yang hanya lewat kegiatan atau Bansos saja, atau BTT saja, ada juga yang lewat ketiganya, 34 daerah lainnya belum melaporkan. Tapi prinsipnya, semua provinsi sudah menganggarkan untuk penanganan kesehatan,” jelas Ardian.
Alokasi Anggaran Penanganan Kesehatan seluruh Indonesia, berjumlah Rp. 23.347.466.570.764,40 (23,35 Trilyun). Alokasi tersebut terdiri atas alokasi dari belanja dalam bentuk kegiatan sebesar Rp. 9.251.562.520.858 (9,25 Trilyun), dalam bentuk Hibah/Bansos sebesar Rp. 3.399.960.880.302 (3,40 Trilyun) dan Alokasi pada Belanja Tidak Terduga sebesar Rp. 10.695.943.169.602 (10,70 Trilyun). Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat merupakan Pemerintah Daerah yang mengalokasikan anggaran Penanganan Kesehatan Paling Tinggi Se-Indonesia dengan alokasi sebesar Rp. 2.884.378.868.798,00 (2,88 Trilyun). Sedangkan, Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman merupakan Pemerintah Daerah yang mengalokasikan anggaran Penanganan Kesehatan paling rendah Se-Indonesia dengan alokasi Anggaran Rp. 806.850.000,00.
Sementara untuk penanganan dampak ekonomi yang juga diambil dari 3 (tiga) dana, yakni kegiatan, Hibah/Bansos, dan Belanja Tidak Terduga (BTT). Alokasi Anggaran Penanganan Dampak Ekonomi, berjumlah Rp 7.982.903.023.221,82 (7,98 Trilyun). Alokasi tersebut terdiri atas alokasi dalam bentuk kegiatan sebesar Rp. 2.606.865.201.482 (2,60 Trilyun), alokasi Hibah/Bansos sebesar Rp.1.385.014.543.054 (1,39 Trilyun), dan Alokasi pada Belanja Tidak Terduga sebesar Rp. 3.991.023.278.691 (3,99 Trilyun). Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta merupakan Pemerintah Daerah yang mengalokasikan anggaran Penanganan Dampak Ekonomi Paling Tinggi Se-Indonesia, dengan alokasi sebesar Rp. 1.530.000.000.000 (1,53 Trilyun).
“Terdapat 368 daerah yang sudah menganggarkan untuk dampak ekonomi, 174 daerah lainnya belum melaporkan, kita akan pantau terus, jangan sampai daerah tidak menganggarkan karena dampak Covid-19 ini bukan hanya pada kesehatan, tapi juga sektor ekonomi dan sosial,” Ardian.
Adapun provinsi yang belum melaporkan terkait anggaran untuk penanganan dampak ekonomi, yakni Prov. Jambi, Prov. Bangka Belitung, Prov. Kalimantan Selatan, Prov. Kalimantan Utara, Prov. Sulawesi Selatan, Prov. Bali, Prov. Nusa Tenggara Barat, dan masih ada 133 Kabupaten/Kota lainnya yang juga belum menganggarkan untuk dampak ekonomi.
Sedangkan untuk penyediaan jaring pengaman sosial/social safety net, alokasi Anggaran Penyediaan Jaring pengaman sosial, berjumlah Rp. 23.559.999.391.512 (23,55 Trilyun). Alokasi tersebut terdiri atas alokasi dalam bentuk kegiatan sebesar Rp. 2.034.937.861.523 (2,03 Trilyun), alokasi Hibah/Bansos sebesar Rp. 14.378.795.855.714 (14,37 Trilyun), dan Alokasi pada Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp. 7.146.265.674.293 (7,14 Trilyun). Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta merupakan Pemerintah Daerah yang mengalokasikan anggaran Penyediaan Jaring pengaman sosial Paling Tinggi Se-Indonesia, dengan alokasi sebesar Rp. 6.573.926.654.399 (6,57 Trilyun).
“Terdapat 405 daerah yang sudah menganggarkan, 137 daerah belum melaporkan untuk Penyediaan Jaring pengaman sosial. Padahal ini penting untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat,” tukasnya.
Adapun 5 (Lima) Provinsi yang belum melaporkan untuk jaring pengamanan sosial, yakni Prov. Sumatera Barat, Prov. Riau, Prov. Kalimantan Selatan, Prov. Bali, Prov. Nusa Tenggara Barat, dan 98 kota/kabupaten lainnya juga belum melaporkan Penyediaan Jaring pengaman sosial/Social safety net.
“Kami akan terus pantau, karena jangan sampai masih ada provinsi yang belum menganggarkan, nanti khawatir diikuti oleh pemerintah kabupatane/kota di bawahnya. Sehingga kami harapkan seluruh Pemda di tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk segera melaksanakan Instruksi Mendagri ini, karena ini dibutuhkan kerja bersama, sinergi, untuk melindungi masyarakat,” tambah Ardian.
Dengan demikian, 34 Daerah yang belum melaporkan Data Anggaran Penanganan Covid-19 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020 adalah Prov. Maluku, Prov. Maluku Utara, Prov. Papua, Prov. Papua Barat, dan 30 kabupaten/kota lainnya.
Sebagaimana instruksi tersebut, pemerintah daerah diminta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah instruksi diterbitkan melakukan recofusing dan realokasi anggaran untuk penangan Covid-19. Apabila daerah tak kunjung melaksanakan refocusing dan realokasi anggaran tersebut. Terlebih, Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP) dan Inspektorat Jenderal Kemendagri juga akan melakukan pemeriksaan. (rls/bm)