Menanggapi beredarnya video berisi penuturan pilot Susi Air korban penyanderaan yang menyatakan bahwa ia diancam akan ditembak oleh kelompok pimpinan Egianus Kogoya jika permintaan kelompok tersebut tak dipenuhi, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:
“Ancaman pembunuhan terhadap pilot Philip Mark Mehrtens, bahkan penyanderaannya sendiri yang berlangsung selama berbulan-bulan, tidak bisa dibenarkan dan menimbulkan penderitaan pada individu yang tidak bersalah.
“Kami kembali mengingatkan bahwa penyanderaan warga sipil melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yang mendasar, termasuk hak atas kehidupan, keselamatan, rasa aman, dan kebebasan individu.
“Kami juga menyerukan agar kelompok penyandera dan pihak-pihak yang mengupayakan pembebasan pilot agar dia segera dibebaskan dan selalu memprioritaskan keselamatan warga sipil yang tidak terlibat dalam pertikaian.”
Latar belakang
Pilot Susi Air asal Selandia Baru, Phillip Mark Mehrtens, disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023.
Berdasarkan rekaman video yang dipublikasikan pada 26 Mei 2023 dan diterima Amnesty International Indonesia, Mehrtens diapit oleh para anggota TPNPB-OPM yang mengacungkan senjata api.
Sambil memegang bendera Bintang Kejora, Mehrtens mengatakan dalam Bahasa Indonesia bahwa kelompok OPM menginginkan negara-negara selain Indonesia untuk terlibat dalam dialog tentang kemerdekaan Papua. Jika pembicaraan itu tidak terlaksana dalam dua bulan ke depan, dia akan ditembak.
Mehrtens lalu mengulangi pesan tersebut dalam Bahasa Inggris. Lalu pihak TPNPB-OPM mengulangi ancaman menembak Mehrtens bila dialog tersebut tidak terwujud dalam dua bulan ke depan.
Penyanderaan yang melibatkan perlakuan tidak manusiawi atau perlakuan yang tidak adil terhadap warga sipil merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang direfleksikan dalam berbagai aturan internasional, termasuk Konvensi Jenewa 1949. Konvensi ini memberikan perlindungan khusus bagi warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata dan melarang penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, serta penghinaan terhadap martabat mereka.
Penyanderaan atas warga sipil juga melanggar hukum internasional dan standar hak asasi manusia, seperti Konvensi Hak Sipil dan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (ICCPR) yang melindungi hak-hak dasar individu, termasuk hak atas kehidupan, kebebasan individu, dan perlindungan dari perlakuan yang tidak manusiawi.(rls)