BINTUNI,KLIKPAPUA.com–Pemerintah Teluk Bintuni kembali menggelar rapat koordinasi membahas permasalahan stunting yang masih tinggi.
Rapat koordinasi percepatan penurunan stunting dipimpin langsung Wakil Bupati Matret Kokop didampingi Kapolres Teluk Bintuni AKBP Choriduddin Wachid di aula Dinas Kesehatan Kilo 6 Distrik Bintuni, Selasa (29/8/2023).
Dalam rakor tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Teluk Bintuni Frangky Mobilala membeberkan data kasus stunting di Teluk Bintuni hingga bulan Juli 2023 berada di angka 552 kasus yang perlu di intervensi di 24 distrik.
Jumlah kasus ini sudah lebih baik dari sebelum nya yang berada pada angka 594 Kasus, di mana sebanyak 82 anak sudah membaik.
Dari 24 distrik kasus stunting tertinggi berada di Distrik Arandai 103 kasus membaik 11 kasus, disusul Manimeri 94 kasus membaik 24, Fafurwar 54 kasus membaik 11, Weriagar 43 kasus membaik 0, Bintuni 42 kasus dan baru membaik 6 anak.
Data kasus stunting paling sedikit berada di Distrik Kuri 1 kasus, Meyerga 3 kasus, Masyeta, Jagiro dan Moskona Timur 4 kasus, Idor 5 Kasus dan Distrik Tembuni 7 kasus, Tuhiba 9 kasus, namun kasus stunting di 8 distrik ini baru 1 anak yang membaik yakni di Distrik Tembuni.
Mobilala mengatakan, sedikitnya jumlah kasus yang membaik, dikarenakan minimnya intervensi dari seluruh stakeholder terkait serta buruknya pola hidup dan pola asuh orang tua atau keluarga.
“Membaiknya sedikit karena intervensi belum maksimal dari pimpinan OPD, bisa dalam satu rumah ada 5 sampai 6 keluarga, kalau kita perbaiki gizi tapi tidak perbaiki rumah sama saja,” ujarnya.
Mobilala juga mengatakan sesuai hasil rekap laporan masing-masing puskesama, penyebab rendahnya perbaikan stunting adalah karena pola hidup dan pola asuh orang tua.
Ia berharap 12 OPD yang hadir bersama PKK agar intervensi dengan mengeroyok penanganan kasus ini, sehingga menurunkan kasus stunting secepatnya.
Sejalan dengan pernyataan Kepala Dinas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Kristina Yoshina Inanosa mengatakan, sejumlah hal penunjang yang menjadi penyebab tingginya kasus stunting di Teluk Bintuni juga terkait dengan pola hidup.
Berdasarkan hasil studi pengelolaan resiko kesehatan lingkungan, hingga bulan Juni 2023 pengolahan sampah di Teluk Bintuni sebanyak 97,9 persen tidak memadai artinya masih banyak sampah tersebar dan tidak di buang pada tempatnya.
Selain itu, sumber air tercemar juga tinggi berada di angka 78,5 persen. Warga masyarakat juga masih membuang air besar sembarangan dengan persentase 74,4 persen.
“Kalau kita lihat berarti perilaku hidup bersih dan sehat belum dilaksanakan secara baik, kita bisa lihat perilaku BAB di sembarang tempat ada 74,4, ini yang menjadi perhatian, kenapa kita harus tau supaya nanti intervensi nya sesuai dengan masalah yang ada,” ujarnya.
Kristina mengatakan, dengan fakta ini maka Pemerintah Teluk Bintuni perlu menggerakan paket kebijakan dengan mewujudkan sanitasi, layak, sehat, aman dan bersih bagi masyarakat untuk mencapai akses layanan berkelanjutan. (dr)