MANOKWARI,KLIKPAPUA.com – Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Barat, Dance Sangkek menjelaskan mengapa dilakukan perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Sebelumnya, Provinsi Papua Barat membawahi 12 kabupaten, satu kota, setelah ada Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan Provinsi Papua Barat Daya, tinggal tujuh kabupaten di Provinsi Papua Barat, yaitu Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk wondama, Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.
‘’Hadirnya OPD sebagai kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggara urusan-urusan yang sifatnya, wajib sosial, dasar, pilihan dan urusan bersama,’’ jelas Sekda kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (16/3/2023).
Dance Sangkek mengatakan, berdasarkan urusan-urusan itulah pemerintah daerah diberi ruang untuk mengidentifikasi masalah yang menonjol dalam pelayanan sosial, hidup sehat, cerdas, berbasis pendidikan, hidup layak, akses air yang baik, pelayanan pendidikan yang baik, pelayanan kesehatan yang baik.
Berarti kata dia, ada masalah yang harus diurus, maka memerlukan OPD, setelah provinsi yang sudah dihidupi dari 12 kabupaten satu kota telah membentuk OPD yang mengelola urusan wajib, urusan pilihan dan urusan bersama.
‘’Kalau dari rasio penduduk Papua Barat sedikit, tetapi wilayahnya luas, dan hidup tersebar, untuk menjangkau mereka dengan pelayanan dasar itu sangat berat,’’ jelas Dance Sangkek.
‘’Dengan demikian, kita pakai pendekatan wilayah, itulah OPD hadir di provinsi, kabupaten dan kota untuk mengelola kewenangan, mempercepat pelayanan,’’ sambung Sangkek.
Dance merincikan, setelah hadirnya Provinsi Papua Barat Daya, daerah, cakupan wilayah kerja berkurang dari 12 kabupaten satu kota menjadi tujuh Kabupaten.
‘’Maka jumlah penduduk kita tinggal setengah (seper dua, red) dari jumlah sebelumnya, cakupan daerah bawahan berkurang menjadi tujuh kabupaten, berarti beban layanan memerlukan konsentrasi kelembagaan juga berkurang,’’ jelas Dance.
‘’Kemudian APBD berkurang, kita punya uang terbagi, Papua Barat 53%, Papua Barat Daya 47%, jadi beda-beda tipis, alokasi kita tiga persen, Papua Barat Daya punya DAK lebih, 1,8 kita tidak sampai jadi uang kita kecil sekali,’’ tegasnya.
Ia mengatakan, uang yang sedikit itu kan untuk rakyat, bukan untuk siapa-siapa. OPD yang eselon dua ada 51, SKPD 47. Jika dibagi pakai alokasi dasar, satu dinas dan badan minimal memngelola 20 miliar, untuk jasa, rapat-rapat, jalan dinas, TPP, alokasi dasar saja, belum ke dinas yang mengelola layanan dasar menjadi prioritas struktur.
‘’Misalnya dari alokasi dasar dikalikan dengan 47 OPD nilainya mencapai triliun, jadi bayangkan alokasi dasar sudah Rp800 miliar lebih, itu uang operasional di OPD , dari uang senila Rp34 triliun, apakah uang itu dihabiskan hanya membiayai OPD? Tidak kan,’’ ujarnya menegaskan. “Apakah OPD atau pemerintahan hanya untuk ASN, untuk orang yang menduduki jabatan, padahal tidak,’’ sambungnya.
Ia menurutkan, organik pemerintah adalah instrumen untuk melaksanakan pelayanan dasar pembangunan ekonomi kesejahteraan masyarakat harus dilakukan.
‘’Karena itu dicari jalan, pegawai tidak mungkin dipecat, dan kita tidak terima pegawai lagi, pegawai ini dipertahankan,’’ sebutnya.
Kata dia, salah satu caranya mungkin tidak menarik, yaitu strukturisasi , miskin struktur, kaya fungsi. Maka sekarang manajemen ASN mengelola birokrasi strukturalnya habis , tinggal fungsional.
‘’Oleh karena itu bagi saya pribadi melihat perampingan kelembagaan sesuatu yang bukan tabu, bukan malapetaka, bukan bencana, tetapi demi rakyat itu harus dilakukan, kamu tulis supaya terang benderang,’’ tegas Dance.
Ia menambahkan, penyaluran dana Otsus telah berubah, Otsus masa lalu itu dikirim semua ke daerah gubernur dengan kewenangan penuh mengatur, membuat Pergub untuk pembagian Otsus
‘’Sekarang dana Otsu sudah tidak dibagi seperti dulu, sekarang Jakarta langsung yang membagi, sekian persen ke block grand, sekian persen pendidikan, kesehatan, ekonomi, kehutanan, pertanian perkebunan, UMKM,’’ kata Sangkek. (red)