MANOKWARI,KLIKPAPUA.com–Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi perpanjang Surat Keputusan (SK) Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) hingga 21 Juni 2023.
Masa jabatan MRPB periode 2017 – 2022 berakhir pada 21 November 2022, namun melalui SK tersebut status mereka diperpanjang hingga enam bulan ke depan.
Keputusan itu berdasarkan SK Kementerian Dalam Negeri Nomor: 100.2.1.4-6201 tahun 2022 tentang Perpanjangan Masa Jabatan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat masa jabatan 2017 – 2022 tertanggal 1 Desember 2022.
Dalam lampiran SK tersebut, pemerintah mengaktifkan kembali 38 anggota dari total 42 anggota, sebab 4 anggota lainnya berhalangan tetap (MD).
Ketua MRP Papua Barat, Maxsi N. Ahoren menerangkan, melalui SK itu, anggota MRPB periode 2017 – 2022 aktif kembali melaksanakan tugas – tugas pelayanan pemerintahan selama enam bulan ke depan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dipaparkan, keputusan itu didasarkan atas pasal 5 ayat 2 dan pasal 20 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 2 Tahun 2021 dan pasal 22 UU Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan serta mempertimbangkan belum terpilihnya anggota MRP baru maka perlu dilakukan pengesahan perpanjangan keanggotaan MRP masa jabatan 2017 – 2022.
“Sesuai amanat UU Otsus harus ada eksekutif, legislatif, Yudikatif dan lembaga Kultur harus di Papua, karena itu tidak ada kekosongan jabatan sehingga status MRP diperpanjang,” kata Maxsi, Senin (12/12/2022).
Menurutnya, jika melakukan perbandingan dengan Lembaga Kultur Aceh, disebutkan unsur pimpinan memiliki masa jabatan 7 tahun sementara anggota selama 5 tahun. “Kebijakan itu perlu kita adopsi ke depan sehingga jangan seperti model begini, terjadi kekosongan jabatan jika masa jabatan berakhir,” katanya.
Selain itu, perpanjangan ini juga terjadi karena terlambatnya kesiapan Pemerintah Provinsi dalam mempersiapkan mekanisme dan anggaran untuk melakukan perekrutan calon anggota baru. Dan serta masalah payung hukum untuk dilakukan perekrutan calon anggota baru.
Dijelaskan, dalam Perdasi Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemilihan Calon Anggota MRP Papua Barat belum secara efektif mengakomodir mekanisme dan tata cara pemilihan calon anggota MRP Papua Barat.
“Banyak kelemahannya, mulai dari proses pembahasan hingga penetapan Perdasi tersebut tidak melalui mekanisme dan sosialisasi yang baik kepada semua elemen masyarakat baik tokoh – tokoh adat, agama dan perempuan termasuk MRP walaupun bukan kewenangan MRP tetapi hal – hal yang berhubungan dengan masyarakat adat wajib mendapat pertimbangan dari Majelis Rakyat Papua,”ujarnya.
Disisi lain, Maxsi juga menyentil dasar hukum dari Perdasi tersebut. Menurutnya, PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua belum disahkan dalam lembaran Negara sehingga belum memiliki kekuatan hukum untuk diimplementasikan.
Karena itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat harus mendorong agar Pemerintah Pusat segera mengesahkan PP nomor 54 sehingga Perdasi Nomor 8 Tahun 2022 memiliki cantolan hukum dalam melakukan perekrutan calon anggota MRP Papua Barat. Jika tidak maka berpotensi gugatan di kemudian hari pasca perekrutan.
“Kami berharap melalui proses perpanjangan masa jabatan ini, DPR Papua Barat membuka diri untuk dilakukan review kembali terhadap Perdasi Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perekrutan Calon Anggota MRP guna semua pihak terlibat untuk melengkapi item – item dalam perdasi tersebut,” ujarnya.
Selain itu dilakuan review, ditambahkan, DPR dan MRP bersama pemerintah perlu melakukan pemetaan – pemetaan wilayah adat di Provinsi Papua Barat.
Langkah itu perlu dilakukan guna mengelompokkan masyarakat adat ke dalam wilayah adat guna mengakomodir dan mengkomunikasikan keterwakilan masyarakat adat dalam lembaga MRP, DPR Fraksi Otsus dan DPRK nantinya.
“Kita harus petakan suku, sub suku dan pengakuan atas suku dan sub suku di wilayah Doberay dan Bomberay. Misalnya di beberapa kabupaten yang sudah lakukan pemetaan seperti Manokwari dan Teluk Bintuni, sementara yang lainnya belum,” jelasnya.
Dengan jangka waktu 6 bulan ini, MRPB akan menyurati Gubernur bahwa apabila ada perdasus dan Perdasi yang menyangkut kepentingan orang asli Papua agar ditinjau kembali. “Saya harap kita harus terbuka dan transparan kepada masyarakat,” harapnya.
Maxsi juga mengusulkan dan mengajak untuk sepakat agar kursi – kursi pengangkatan minimal 1 periode, baik itu MRP, DPR Fraksi Otsus maupun DPRK di Tingkat Kabupaten/Kota, sehingga dapat memberikan ruang kepada semua anak – anak Papua untuk mengabdi bagi masyarakat melalui kursi – kursi tersebut. (Yames)