Gubernur Dominggus Pimpin Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon Matoa di Papua Barat

0
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, meluncurkan gerakan penanaman satu juta pohon matoa di hari bumi ke-55 tahun di Manokwari. (Foto: Elyas/klikpapua)

MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, memimpin Pencangan gerakan penanaman satu juta pohon matoa dalam rangka memperingati Hari Bumi ke-55, Selasa (22/4/2025).

Pencanangan berlangsung di Gereja Katolik Stasi Salvator Maripi, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.

Program ini merupakan bagian dari gerakan nasional penanaman pohon matoa yang digagas Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Di wilayah Papua Barat sendiri, kegiatan ini dilaksanakan di 62 titik, sementara Papua Barat Daya tercatat memiliki 75 titik lokasi penanaman.

Kepala Kantor Wilayah Kemenag Papua Barat, Luksen Jems Mayor, menjelaskan bahwa total ada 137 titik penanaman pohon matoa di seluruh Tanah Papua, dengan target menanam 30 ribu bibit pohon di lingkungan rumah ibadah.

“Kegiatan ini melibatkan seluruh satuan kerja Kemenag, organisasi kemasyarakatan keagamaan, serta rumah-rumah ibadah. Tujuannya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mengenalkan kembali tanaman khas Papua, yakni pohon matoa,” jelas Luksen.

Dalam sambutannya, Gubernur Dominggus Mandacan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga alam dan hutan demi keberlangsungan hidup generasi mendatang.

“Mari kita jaga alam, jaga hutan, maka hutan akan menjaga kita. Kita birukan langit, hijaukan bumi,” ujar Gubernur Dominggus.

Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak hanya meninggalkan warisan harta, tetapi juga menjaga sumber kehidupan alam bagi anak cucu.

“Jangan tinggalkan mata air, tapi tinggalkanlah mata air untuk generasi kita. Menjaga alam adalah tanggung jawab bersama,” tambahnya.

Gubernur menegaskan bahwa pohon matoa yang telah ditanam harus terus dirawat hingga berbuah, sebagai simbol pelestarian tanaman khas Papua.

“Bibit yang sudah ditanam ini harus diawasi dan dirawat. Dalam jangka 10 tahun ke depan, kita bisa panen buahnya,” tutup Dominggus. (dra)


Komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.