MANOKWARI,KLIKPAPUA.com- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua Barat bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua Barat menggelar diseminasi Moneter-Fiskal pada, Kamis (30/5/2024).
Kegiatan ini berlangsung di Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari Lantai II, jalan Brigjen Marinir (purn) Abraham O. Atururi Komplek Perkantoran Gubernur Arfai, Anday, Distrik Manokwari Selatan.
Dengan mengusung tema “Strategi Moneter-Fiskal Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat yang Inklusif dan Berkelanjutan”, kegiatan ini menghadirkan akademisi, Pemerintah Provinsi Papua Barat, pers hingga pelaku usaha.
Kepala BI Papua Barat, Setian memaparkan stabilitas sistem moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran hingga memberikan rekomendasi kebijakan daerah.
Dalam pemaparannya, Setian mengatakan, ekonomi Papua Barat diperkirakan tumbuh lebih baik ditengah inflasi yang terjaga.
“Pertumbuhan ekonomi Papua Barat di tahun 2024 diperkirakan mengalami akselerasi didorong kinerja yang lebih baik pada lapangan usaha pertambangan dan pengolahan,” kata Setian.
Sementara ekonomi di tahun 2025 diperkirakan tetap meningkat disebabkan berlanjutnya aktivitas masyarakat dan kinerja pertambangan dan industri pengolahan. Di sisi lain, inflasi diperkirakan tetap terjaga di rentang sasaran nasional 2024-2025 yakni sebesar 2,5 + 1 persen secara yoy.
Diakhir materinya, Setian memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan daerah diantaranya, Dominasi sektor migas yang tinggi di Provinsi Papua Barat perlu diimbangi Dengan pengembangan sektor ekonomi baru sehingga dapat mengurangi ketergantungan.
Kekuatan fiskal (belanja dan pendapatan pemerintah) masih menjadi motor pendorong perekonomian Papua Barat, sehingga percepatan belanja dan efektivitas pendapatan hendaknya terus didorong melalui komitmen yang kuat dari pemangku kebijakan.
Dari sisi inflasi, pengendalian jangka pendek seperti pelaksanaan operasi pasar murah dan sidak pasar terus dijalankan, sembari memperkuat pengendalian inflasi jangka Panjang melalui reformasi struktural pangan dan mendorong konektivitas.
Elektronifikasi pemerintah daerah harus terus didorong melalui peningkatan kanal pembayaran nontunai demi meningkatkan pendapatan daerah dan akuntabilitas.
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat Purwadhi Adhiputranto memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah daerah di antaranya, pemerintah daerah perlu senantiasa memedomani Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua dalam perencanaan program khususnya dengan Dana Otsus.
Kondisi tenaga kerja yang didominasi oleh sektor pertanian dan perikanan dengan NTP dan NTN yang masih berada pada level defisit maka pemerintah daerah perlu melakukan pemerataan akses petani terhadap pupuk bersubsidi, bibit gratis, serta fasilitas pendukung pemasaran produk, misalnya cold storage untuk produk segar,gudang, tempat pengolahan, dan lainnya.
TPID perlu untuk senantiasa menyelaraskan dan mengimplementasikan pelaksanaan peta jalan/roadmap pengendalian inflasi.
Sejalan dengan hal tersebut, Kanwil DJPb Papua Barat telah menyampaikan usulan penugasan perwakilan Kementerian Keuangan Papua Barat (melalui Pemprov Papua Barat) untuk dilibatkan dalam TPID Provinsi/Kab/Kota.
Pemerintah Regional Papua Barat perlu memprioritaskan pengeluaran ke daerah pedesaan dan remote area serta percepatan pembangunan pada Kawasan yang ditujukan sebagai pusat aglomerasi wilayah.
Pemerintah daerah perlu mendorong pengembangan komoditas lokal pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan serta mendorong pengembangan industri pengolahan berbasis teknologi tepat guna.
Pemerintah daerah perlu meningkatkan jumlah BLK dan mendorong pembukaan kuliah vokasi serta memastikan terdapat link dan match antara materi pelatihan dengan kebutuhan kerja, seperti pembukaan kuliah vokasi yang link and match dengan kebutuhan SDM di KEK Sorong. “Pemerintah Daerah perlu mengoptimalkan strategi dalam peningkatan PAD,” ucapnya.
UU HKPD yang memberikan peningkatan pada local tax powering yang harus dapat dioptimalkan oleh pemerintah daerah.
Akselerasi belanja pendidikan dan kesehatan menjadi faktor utama dalam peningkatan kapasitas SDM dan peningkatan indikator kesehatan seperti pencegahan stunting, angka kematian ibu bayi, pengendalian penyakit menular dan endemik seperti TBC HIV, DBD, Malaria.
Perbaikan proses bisnis pengelolaan keuangan pemda untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penyerapan anggaran, serta menekan jumlah SAL.
Peningkatan Infrastruktur harus disertai dengan pemeliharaan dan perawatan yang berkala sehingga kualitas infrastruktur konektivitas dapat terus dijaga. (dra)