Begini Cara Penanganan Jenazah Muslim Positif Covid-19

0
Pelatihan Pengurusan Jenazah Muslim Positif Covid-19, Sabtu (9/5/2020) di lingkungan Masjid Darussalam. (Foto: Aufrida/klikpapua)
MANOKWARI,KLIKPAPUA.COM– Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Papua Barat bekerjasama dengan  Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Manokwari menggelar Pelatihan  Pengurusan Jenazah Muslim Positif Covid-19, Sabtu (9/5/2020).
Pelatihan ini dibuka oleh Sekda Manokwari, Aljabar Makattita yang didamping Ketua MUI Papua Barat, Ahmad Nausrau. Dari pantauan klikpapua.com, Ketua Ikatan Dokter (IDI) Manokwari yang juga tim Gugus Tugas Covid-19, dr. Adhe Ismawan  membawakan materi Tata Cara dan Pedomanan Penanganan Jenazah Muslim Terinfeksi Covid-19.
Menurut dr. Adhe, dalam penanganan jenazah Muslim merujuk pada Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenasah. Yakni jenazah Muslim tetap mendapat haknya untuk dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur sesuai ajaran Islam. “Semua itu dilakukan sesuai protokol kesehatan,“ ujar dr. Adhe di lingkungan Masjid Darussalam, tepatnya di Paud di lingkungan masjid.
Dr. Adhe menyampaikan dalam pedoman Fatwa MUI, menerangkan, jenazah Muslim yang terpapar Covid-19 dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani. “Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan. Petugas wajib membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan,” jelas dr Ade.
Lebih lanjut dr. Adhe  merincikan bahwa petugas memandikan jenazah dengan mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh. Namun atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah.
Adapun tata cara tayamum dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu, untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).
Lebih jauh dr Adhe mengatakan jika menurut pendapat ahli bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan darurat syariah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
“Setelah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena darurat syariah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas,“ tuturnya.
Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
dr Adhe juga menambahkan terkait pedoman mensholatkan jenazah yang terpapar Covid-19,  sesuai fatwa MUI, disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19.
Kemudian dilakukan umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disholatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disholatkan dari jauh (sholat ghaib). Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19.
Untuk pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19, dilakukan sesuai ketentuan syariah dan protokol medis. Lalu, dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat  sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.(aa/bm)
Editor: BUSTAM

Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.