Kolaborasi KPK-GIZ Dorong Penguatan Pengawasan Dana Otsus: Wujudkan Papua Sehat, Cerdas, dan Produktif

0

JAKARTA,KLIKPAPUA.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) terus mendorong penguatan pengawasan terhadap pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Kolaborasi ini bertujuan untuk mencegah kebocoran anggaran dan memastikan dana otsus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Papua melalui tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berbasis kebutuhan lokal.

Dalam Rapat Koordinasi di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (30/4/2025) bersama Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) dan kementerian/lembaga terkait, Kepala Satgas Korsup Wilayah V, Dian Patria, menegaskan bahwa otsus bukan sekadar instrumen anggaran, melainkan wujud komitmen negara untuk merealisasikan tiga visi utama dalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) 2022–2041: Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif. Oleh karena itu, pemanfaatan dana Otsus yang selaras dengan RIPPP harus dikawal secara serius dan bebas dari penyimpangan.

“Dana otsus harus dikelola secara bertanggung jawab sesuai tujuan utamanya, bukan dijadikan ruang kepentingan pribadi atau kelompok. Jika telah diberi perlakuan khusus, maka pengelolaannya juga harus tunduk pada prinsip akuntabilitas khusus. Afirmasi itu penting, tapi tetap dalam koridor hukum. Semua pihak perlu menerjemahkan kebijakan ini secara kontekstual agar masyarakat Papua benar-benar merasakan manfaatnya,” tegas Dian.

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, kebijakan ini mengusung empat cita-cita utama, 1) meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur; 2) menegakkan keadilan, hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum, dan demokrasi; 3) mengakui dan menghormati hak-hak dasar masyarakat Papua, sebagai bentuk pelestarian budaya dan identitas; 4) mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, berprinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.

Namun, selama Otsus Jilid I (2002–2021), meskipun pemerintah telah menggelontorkan lebih dari Rp138,65 triliun (termasuk Dana Tambahan Infrastruktur), dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat Papua dinilai belum signifikan. Sehingga memasuki Otsus Jilid II melalui RIPPP, pengawasan dan tata kelola keuangan daerah menjadi perhatian utama KPK.

“Papua tidak bisa dipotret dengan kacamata Jawa. Kita harus pastikan dana ini tidak kembali menguap seperti dua dekade lalu. Papua punya mimpi sendiri. Dana otsus bukan hanya angka, tapi harapan. Tidak bisa lagi pakai pola lama dengan solusi business as usual,” lanjut Dian.

Dian juga menambahkan bahwa kegiatan ini semata untuk mencari terobosan bagi Papua yang lebih baik, dengan kembali mengingat hakikat kehadiran UU Otsus dan berani terbuka terhadap kritik.

“Semoga kita semakin dekat dengan formula terbaik untuk menjadikan Papua yang lebih adil dan sejahtera bagi rakyat kini dan yang akan datang,” ucapnya.

*Perlu Pembenahan Tata Kelola Otsus*
Pada kesempatan yang sama Advisor GIZ, Metta Yanti, menjelaskan bahwa sejak Februari 2025, timnya telah melakukan kajian terhadap pengelolaan dana otsus—mulai tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan—dan pengadaan barang/jasa (PBJ) di Papua. Hasilnya, ditemukan sejumlah persoalan utama dalam pengelolaan dana Otsus, di antaranya:
* Perencanaan dan penganggaran otsus belum konsisten, minim data dukung.
* Sistem kementerian belum terintegrasi, timbul duplikasi dan data tidak sinkron.
* Pemda belum adaptif terhadap semangat Otsus Jilid II, peran provinsi masih belum jelas.
* Salur dana lambat dan SPJ kolektif menghambat serapan.
* Pengawasan dan pelaporan belum digital dan terintegrasi, terutama di daerah baru.
* Laporan tahunan otsus masih administratif, belum berbasis hasil dan dampak.

Lantas, kajian PBJ dari dana otsus juga turut diwarnai dengan sejumlah kendala serius, mulai dari perencanaan yang tidak sesuai standar biaya, keterlambatan penyaluran dana, rendahnya penggunaan sistem e-procurement, hingga kurangnya tagging dana otsus dalam sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Diskresi dan penunjukan langsung terhadap penyedia masyarakat Papua sering dilakukan tanpa standar yang jelas, sementara banyak proyek mangkrak, tidak sesuai spesifikasi, atau tidak selesai.

Selain itu, praktik “pinjam bendera” dan permintaan “uang palang” juga masih terjadi. Minimnya pelaporan berbasis outcome, lemahnya sistem pengawasan, serta belum terintegrasinya data antar-organisasi perangkat daerah (OPD) turut menghambat akuntabilitas. Dalam banyak kasus, kekhususan masyarakat Papua disalahgunakan untuk menolak regulasi formal, seperti penggunaan sistem daring, sehingga pengawasan dan evaluasi menjadi tidak efektif.

“Melihat temuan ini, kami mendorong transparansi dan keterlibatan publik dalam pengawasan. Akuntabilitas dan partisipasi masyarakat sangat penting agar dana otsus benar-benar tepat sasaran,” ujar Metta.

Sementara, Dian menambahkan pada bagian pembenahan penganggaran perlu dimulai dari indikator kinerja otsus, bukan sekadar teknis anggaran. “Misalnya, jika indikatornya adalah kualitas layanan kesehatan, maka yang perlu didorong adalah percepatan tenaga medis, rumah sakit pendidikan, serta layanan ibu dan anak. Bukan hanya sekadar serapan anggaran,” tegas Dian.

*Pandangan BP3OKP: Harmonisasi Harus Jadi Prioritas*
Anggota BP3OKP Papua Selatan, Yosep Yolmen Yanowo, menekankan pentingnya harmonisasi antara pusat dan daerah. “Jangan sampai Otsus Jilid II bernasib sama. Kita harus duduk bersama menyelaraskan perencanaan dan pengawasan,” ujarnya.

Otto Ihalauw, anggota BP3OKP dari Papua Barat Daya, juga menyatakan bahwa meskipun BP3OKP baru terbentuk pada 2023, komitmen terhadap keberhasilan Otsus tetap tinggi. Sementara itu, Irene Manibuy, anggota BP3OKP dari Papua Barat, menyoroti pentingnya transparansi.
“Agar tidak transparan, semua kegiatan harus diberikan label agar jelas dan mudah diawasi,” tegasnya.

*Rekomendasi KPK: Transformasi Tata Kelola Otsus*
Sebagai bagian dari diskusi bersama, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis untuk memperbaiki tata kelola dana Otsus Papua:
* Labelisasi khusus dalam PBJ, agar mudah ditelusuri dan diawasi.
* Probity audit untuk proyek strategis, guna menghindari konflik kepentingan.
* Integrasi sistem pelaporan, Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) – Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) – Sistem Informasi Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pelaporan (SIPPP), agar keuangan dan kinerja bisa dimonitor secara real-time.
* Validasi kependudukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) tanpa diskriminasi berbasis identitas.
* Skema pelaksanaan pengadaan multiyears dengan kontrol ketat agar pembangunan tidak tersendat.
* Peningkatan kapasitas SDM lokal, melalui pelatihan dan pemagangan sejak dini.
* Revisi Perpres No. 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, guna memperkuat afirmasi berbasis merit.
* Replikasi praktik baik antar-daerah, agar keberhasilan tidak bersifat parsial.

KPK juga mendorong langkah-langkah konkret lanjutan, antara lain melalui sinkronisasi regulasi Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Daerah Khusus, dan lainnya; simplifikasi prosedur termasuk memangkas tahapan dan syarat administrasi yang tidak efektif; kebijakan terobosan seperti fokus kegiatan berdasarkan indikator, tidak harus semua berbasis Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)/masyarakat asli Papua jika tidak efisien, kemungkinan pengadaan terpusat, dan penyesuaian skema Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA); serta evaluasi komparatif pada pendekatan stick and carrot untuk mendorong kepatuhan dan kinerja.

Lebih lanjut, KPK juga mendorong agar hasil kajian bersama GIZ ini dapat dibawa ke forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Otsus dan ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga terkait. Dengan kolaborasi yang kuat, sinergi antarlembaga, serta keterlibatan masyarakat, diharapkan dana Otsus Jilid II benar-benar menjadi tonggak perubahan nyata menuju Papua yang sehat, cerdas, dan produktif.

Rapat koordinasi ini turut dihadiri perwakilan dari Sekretariat Negara, sebagai penanggung jawab BP3OKP; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Keuangan; Kementerian PPN/Bappenas; serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).(rls)


Komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.