MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Papua Barat, H. Abdul Fatah, menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat terus mendorong berbagai upaya untuk menekan angka putus sekolah yang masih tinggi di wilayah tersebut.
Berdasarkan data terakhir tahun 2024, tercatat sebanyak 40.329 anak di Papua Barat tercatat tidak melanjutkan pendidikan.
Langkah yang dirancang adalah penerapan konsep Sekolah Satu Hari (SSH) atau full day school sebagai solusi untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pendidikan, terutama di daerah pinggiran.
“Angka putus sekolah masih tinggi, dan ini menjadi perhatian serius. Salah satu solusi yang sedang kami dorong adalah program sekolah sepanjang hari, dari pukul 06.30 hingga pukul 15.00 WIT,” ujar Abdul Fatah dalam keterangannya, kepada awak media.
Meski program tersebut belum bisa diimplementasikan secara penuh pada tahun anggaran 2024, Abdul Fatah berharap penganggaran tahun 2025 dapat mengakomodasi kebutuhan program tersebut.
SSH merupakan inovasi pendidikan hasil penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Papua (Unipa), yang telah diuji coba di Sorong Selatan, Papua Barat Daya.
Dekan FKIP Unipa, Hengki Mofu, menjelaskan bahwa model ini dikembangkan untuk mengatasi tantangan literasi dasar membaca, menulis, dan berhitung khususnya di wilayah-wilayah terpencil.
“Banyak anak di distrik yang jauh dari kota tidak mendapat akses pendidikan layak, karena tidak ada guru atau guru yang hadir tidak maksimal. SSH hadir untuk mengatasi hal itu,” jelas Hengki.
Menurutnya, SSH bukan hanya menawarkan pendidikan formal, tapi juga mendukung kebutuhan dasar anak selama di sekolah.
Mulai dari mandi pagi, sarapan, makan siang, hingga camilan sore disediakan di sekolah. Bahkan, kebutuhan pakaian dan perlengkapan belajar juga ditanggung.
Model pembelajaran dibuat kontekstual sesuai dengan lingkungan lokal, sehingga siswa merasa dekat dengan materi yang diajarkan.
Nama-nama dalam modul, misalnya, disesuaikan dengan tempat dan tokoh-tokoh lokal.
“Orang tua dilibatkan aktif ada yang memasak, mencuci pakaian, hingga menjaga keamanan sekolah. Sementara guru pendamping membantu sejak pagi hingga sore, bahkan menggantikan peran guru ASN jika tidak hadir,” tambah Hengki.