Duka Yenti Korban Rusuh Manokwari

0
Yenti Korban saat insiden aksi demo pada 19 Agustus 2019. (Foto : Ist)

MANOKWARI– Yenti, wanita 49 tahun korban rusuh saat aksi demo 19 Agustus 2019 di Manokwari hanya meratap sedih, berlinang air mata saat menceritakan beban hidup yang ditanggung. Ia tidak sanggup memikul beban sepeninggal suaminya Suprianto, tiga hari pasca aksi demo di Manokwari.

Selain beban menanggung dua buah hatinya yang beranjak remaja, ia terlilit beban hutang di bank saat menggandaikan motor, kendaraan untuk membuka usaha rumah makan di dekat Tugu Fanindi.

“Saat kejadian kemarin, kami nyaris terjebak di dalam rumah, beruntung ada tetangga yang mendobrak pintu hingga kami bisa keluar,” kata Yenti warga yang tinggal di Fanindi, Jalan Gunung Salju.

Mereka lari dari rumah hanya dengan pakaian di badan,  beruntung di selamatkan oleh seorang guru yang tinggal masih dekat di Fanindi, namun harta benda dan tempat usaha tidak bisa terselematkan, termasuk sepeda motor yang menjadi barang jaminan kala mereka mengambil kredit di Bank BRI unit Arfai.

“Tiga hari setelah aksi, Supriyanto suami saya syok karena sudah tidak punya apa-apa lagi, ia meninggal dunia, karena ada keluarga yang membantu kami makamkan suami di Prafi,” ujar Yenti sembari meneteskan air mata, saat ia ingat beberapa hari yang lalu didatangi pihak Bank menagih angsuran kredit.

Yenti kini hidup bersama dengan dua putranya, seorang putra masih berusia remaja, sedangkan putra yang tua kini masih kuliah di Universitas Papua.

“Kemarin pihak bank datang tapi kondisi kami saat ini tidak punya apa-apa, terpaksa warga di sekitar bergotong royong membuat kursi dan meja seadanya untuk tempat jualan,” tutur Ibu dua anak itu.

Hal ini dibenarkan Sugiat, warga lain yang masih tetangga dengan Yenti. Sujiat juga menjadi korban ia dan keluarganya diungsikan ke tempat lain, rumah sekaligus sebagai warung tempat usahanya di bakar masa saat insiden demo rusuh.

“Benar saat kejadian saya datangi rumah Ibu Yenti mengetik pintu memberitahukan supaya mereka keluar dari rumah, di dalam rumah terdapat suami dan istri serta kedua anaknya,” tutur Sugiat.

Tiga hari setelah aksi demo di Manokwari, suami Yenti meninggal dunia, awalnya dia down karena kehilangan usaha dan motor kemudian meninggal dunia.

” Tiga hari setelah aksi itu suaminya meninggal dunia, ini (Sambil menunjuk Yenti, red) suaminya meninggal dunia, pertama down karena motor hilang, anak masih kuliah di Unipa dan anak yang satu lagi masih SMP, ini lho,” kata Sugiat sambil meneteskan air mata.

Setelah itu lanjut dia, ada orang Satuan Pemukiman (SP) Prafi yang kemudian hatinya terbuka membantu menyediakan tempat di sana untuk suami Yenti di makamkan, mereka juga di bantu oleh komunitas, Supriyanto dimakamkan di SP VIII.

Rudi Irianto mantan pelaksana tugas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Manokwari saat ditemui di ruang kerjanya mengaku baru mendapat informasi terkait ada korban rusuh yang juga sebagai nasabah yang kredit di bank tersebut.

“Saya baru tau ada korban yang juga nasabah kami, sesuai data yang saya dapat hanya 4 nasabah korban aksi di Manokwari kemarin,” tuturnya.

Menurut Rudi, pihak bank akan melakukan pendataan terkait informasi yang baru di terima sebab, kemungkinan data yang belum masuk itu dari BRI Unit.

“Kita inventarisir lalu kita tanya apakah masih bisa atau tidak, namun ada yang mengaku masih bisa seperti nasabah Abon Gulung,” kata Rudi.

Ia juga menuturkan, BRI selalu memberikan kebijakan terhadap nasabah yang terkena bencana ataupun musibah dengan memberikan renstra, meski demikian sejauh ini informasi tersebut kemungkinan belum disampaikan oleh pihak BRI Unit Arfai.

Menurut Sujiat, pasca rusuh di Manokwari beberapa rumah di Fanindi di bakar masa, termasuk rumah tempat usahanya. Ia keseharian membuka usaha warung makan bersama dengan istrinya.

“Kami pernah di panggil oleh penyidik Polres untuk meminta keterangan terkait rumah kami yang di bakar, kemudian belakangan kami di panggil oleh Dinas Sosial Kabupaten, mereka minta keterangan,” kata Sugiat

Meski demikian hingga saat ini pihaknya belum mendapat bantuan dari pemerintah, meski ia sempat membaca berita bahwa pemerintah akan memberikan bantuan.

“Sampai saat ini (saat adek datang,red) kami belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah meski data data sudah kami berikan ke dinas sosial,” ujarnya.

Sugiat memiliki usaha rumah makan, dekat tugu Fanindi, ia terpaksa menyewa kamar di Fanindi karena tempat usahanya di bakar saat aksi demo, kini hanya menyisahkan puing-puing bekas pembakaran.

Korban lain juga menceritakan kerugian yang dialami ketika aksi tersebut, salah satunya pelaku usaha bengkel yang tinggal berdekatan dengan Sugiat.

“Saat ini kami kembali meramba dari bawah, semuanya di ambil seperti usaha sperpat motor, motor milik pelanggan yang kami kerja di sini, semuanya ludes,” ujar pria yang sebelumnya membuka usaha bengkel di Fanindi.

Ia berharap mendapat bantuan pemerintah, sesuai data yang diambil pasca aksi kemarin, sebab menurutnya sejauh ini  hanya pihak lentera hati dan PLN Manokwari yang memberikan sedikit bantuan, selain itu belum ada satupun bantuan dari pihak pemerintah.|Adlu Raharusun

 

 

 

 

 

 

 



Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.