MANOKWARI,KLIKPAPUA.com–Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) sangat menyayangkan pernyataan Mendagri Tito Karnavian saat mengikuti Rapat Kerja Komisi II DPR di Senayan Jakarta. Seperti yang dikutip dalam Kompas.com Kamis ( 08/04/2021) tentang pernyataan Mendagri yang mengusulkan pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dengan usulan tersebut, maka pemekaran wilayah di Papua tidak hanya harus dengan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan tanpa harus mendapat persetujuan dari MRP, DPR yang dinilainya rawan deadlock.
Pernyataan tersebut disayangkan Ketua MRPB Maxsi Nelson Ahoren saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (12/4/2021). Menurutnya jika seperti itu, maka tidak perlu lagi ada UU 21. “Lebih bagus lagi kita pakai UU daerah, supaya kita semua sama.”
Ketua MRPB Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, percuma berbicara Papua dari Otsus, tetapi kewenangan-kewenangan itu sudah mulai dicaplok satu per satu. “Semua sudah sangat jelas kewenangan dalam UU 21, orang Papua tidak masuk, cuma hanya dapat kewenangan. Sehingga dinilai Tito sudah tidak menghargai lagi apa yang menjadi hak daripada kita orang asli Papua, apalagi bahasa kasarnya tidak peduli dengan MRP dan DPR, tanpa mereka pemekaran ini berjalan,” ungkap Maxsi.
Sebagai Ketua MRPB, ia mengaku belum pernah lakukan pleno untuk penetapan Provinsi Papua Barat Daya. “Tapi kalau ada rekomendasi yang keluar dari Papua Barat Daya berarti itu rekomendasi dari pada MRPB sebelum kami. Saya orang yang menolak dengan tegas tidak ada pemekaran barat daya,” tegas Maxsi. “Pemekaran dilakukan untuk siapa? Kita harus siapkan manusianya dulu baru berbicara masalah pemekaran. Kita harus mengambil contoh diafirmasi lainnya,” tambahnya.(aa)