BINTUNI,KLIKPUA.com – Keputusan Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRP PBD) yang tidak mengakui Abdul Faris Umlati (AFU) dan Petrus Kasihiw sebagai Orang Asli Papua (OAP) dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua Barat Daya menuai kecaman keras dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Ketua Forum Anak-anak Asli 7 Suku Teluk Bintuni, Agus Orocomna SH, yang menilai keputusan tersebut tidak adil dan melukai perasaan masyarakat adat.
Agus Orocomna dengan tegas mempertanyakan keputusan MRP PBD terkait status OAP yang tidak diberikan kepada Petrus Kasihiw. Menurut Agus, Petrus Kasihiw jelas memiliki garis keturunan Orang Asli Papua dari pihak ibunya, yang berasal dari Suku Kuri, salah satu suku asli yang mendiami wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.
“Petrus Kasihiw lahir dari rahim seorang perempuan asli Papua, dari Suku Kuri, Teluk Bintuni. Bagaimana mungkin MRP PBD tidak mengakui status OAP-nya? Ini adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal dan perlu dijelaskan secara terbuka kepada publik,” kata Agus Orocomna kepada wartawan, Minggu (8/9/2024) malam di Teluk Bintuni.
Agus juga menjelaskan keberadaan masyarakat adat di Teluk Bintuni, yang terdiri dari tujuh suku asli, dan menegaskan bahwa semua suku tersebut adalah bagian dari Orang Asli Papua.
Ia mempertanyakan mengapa Petrus Kasihiw, yang jelas memiliki darah asli Papua dari pihak ibunya, tidak diakui sebagai bagian dari OAP dalam keputusan MRP PBD.
“Teluk Bintuni dihuni oleh masyarakat adat tujuh suku, dan mereka semua adalah Orang Asli Papua. Lalu, bagaimana bisa Petrus Kasihiw, yang berasal dari darah asli suku Kuri, tidak diakui sebagai OAP? MRP PBD harus memberikan penjelasan yang jelas kepada publik, agar masyarakat paham tentang aturan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua,” lanjut Agus.
Sebagai aktivis yang selalu berjuang demi kepentingan Orang Asli Papua, Agus mengapresiasi beberapa langkah yang diambil oleh MRP PBD dalam melindungi hak-hak OAP. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan tersebut harus seimbang dan memperhatikan semua kategori OAP, termasuk mereka yang masuk dalam kategori “Papua dua” seperti yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus.
“Keputusan MRP PBD memang sangat luar biasa dan istimewa dalam melindungi hak-hak OAP. Tetapi yang harus diingat adalah, ada kategori Papua dua yang juga harus diperhatikan. Mereka juga merupakan bagian dari Orang Asli Papua, meskipun salah satu dari orang tua mereka bukan Papua,” kata Agus.
Agus juga menjelaskan lebih lanjut tentang kategori Papua dua, yang merujuk pada mereka yang memiliki ayah atau ibu yang bukan Orang Asli Papua, namun tetap diakui sebagai bagian dari OAP berdasarkan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua.
Menurutnya, kategori ini sangat penting untuk diperhatikan, terutama dalam kasus Petrus Kasihiw yang tidak diakui sebagai Papua dua oleh MRP PBD. “Keputusan MRP PBD memang kuat karena didasarkan pada UU No. 2 Tahun 2021. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah Petrus Kasihiw termasuk dalam kategori Papua dua atau tidak? Di dalam UU Otonomi Khusus, mereka yang ibunya bukan Papua atau ayahnya bukan Papua disebut sebagai Papua dua. Tetapi anehnya, Petrus Kasihiw tidak diakui sebagai bagian dari kategori ini. Ini adalah hal yang sangat membingungkan dan perlu dijelaskan,” ujar Agus.
Agus Orocomna menegaskan bahwa keputusan MRP PBD yang tidak mengakui Petrus Kasihiw sebagai OAP sangat janggal, mengingat latar belakang keluarga dan garis keturunannya yang jelas menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari suku asli Papua.
Oleh karena itu, Agus meminta agar MRP PBD memberikan klarifikasi kepada masyarakat terkait keputusan tersebut, sehingga tidak ada kesalahpahaman yang berlarut-larut. “Kami meminta MRP PBD untuk secara terbuka menjelaskan keputusan ini. Jika Petrus Kasihiw memang tidak diakui sebagai Papua dua, maka harus ada alasan yang jelas dan transparan. Masyarakat berhak tahu, terutama dalam konteks Otonomi Khusus yang berlaku di Tanah Papua,” pungkas Agus Orocomna.(bal)