Sawendarek Belum Serius Dilirik

0
Rombongan Bank Indonesia bersama puluhan wartawan Papua Barat ketika merapat di Kampung Yembekwan.(Foto : Bustam/klikpapua.com)

RAJA AMPAT,KLIKPAPUA.COM—Rombongan Bank Indonesia (BI) dan puluhan awak media di Papua Barat bertandang ke Kampung Sawendarek. Speed boat yang kami tumpangi merapat di Kampung Yembekwan, Kamis (2/8/2019), sekitar pukul 14.30 WIT. Kurang lebih 1,5 km kami berjalan kaki menuju kampung tujuan, Sawendarek. Sepitas bertanya, kenapa kami tidak merapat di Dermaga Kampung Sawendarek?

Kepala Kampung Sawendarek, Korenes Kurbata mengatakan dermaga terpaksa harus ditutup, karena kondisinya tidak layak. “Karena sudah rusak, saya pasang kayu melintang, supaya tidak ada yang gunakan. Karena sangat membahayakan,” kata Korenes Kurbata.

Kampung Sawendarek adalah satu dari sembilan kampung yang ada di Distrik Miosmanswar, Kabupaten Raja Ampat. Sebuah pulau bernama Manswar.

Kampung tersebut cukup dikenal para wisatawan mancanegara (wisman). Buktinya setiap tahun banyak yang datang, untuk sekedar diving (selam) dan snokeling (selam permukaan). Sayangnya, tak ada fasilitas pendukung yang disiapkan pemerintah daerah . “Kami usulkan sudah berulang kali, tapi belum dijawab,” ungkap Korenes.

Demi menjaga keberlangsungan kunjungan wisman, warga sangat menjaga spot-spot diving dan snorkeling di laut Sawendarek.“Warga tidak boleh mancing di titik-titik spot,” katanya.

Warga yang ingin makan ikan, dapat memancing di jarak tertentu yang sudah ditentukan. “Kalau mau mancing di sebelah tanjung itu, tidak boleh di dalam,” tutur Feki Sauwiyai (31), nelayan Sawendarek yang pernah bekerja salah satu villa dan resto di Waisai.

Alat tangkap nelayan pun tidak diperbolehkan memakai jaring, cukup dengan mancing menggunakan kail. “Waktu itu ada yang diving malam hari. Warga tangkap basah, dia bawah naik ikan Hiu ke darat. Masyarakat langsung denda dia, minta bayar Rp 5 juta. Klo tidak, dia tidak boleh datang lagi. Sejak itu, tidak boleh lagi ada yang diving malam hari,” tutur Feki.

Hal lain yang harus dipatuhi, apabila air meti (surut), kapal tidak diperbolehkan merapat ke bibir pantai. “Karena nanti dia bisa tabrak karang, jangkar juga bisa rusak karang. Jadi harus berlabu di luar sana,” ujar Feki.

Para wisman biasa hanya lakukan diving atau snorkeling, mereka tidak bermalam. “Setelah ‘molo-molo’, mereka langsung pulang,” lanjut Feki.

Bagaimana mereka mau menginap, homestay saja belum tersedia di kampung itu. “Homestay belum ada, baru ada satu yang dibangun. Itu juga kepala kampung punya,” ungkap Feki.

Berbeda dengan pernyataan kepala kampung, Korenes Kurbata. Menurutnya, homestay sudah ada beberapa di kampung itu. “Mereka yang menginap di homestay kalau tanggung makan Rp 450 per malam,” katanya.

Mereka yang datang ke kampung tersebut cukup banyak. Mereka datang untuk sekedar melihat keindahan bawah laut. “Karena memang di sini sudah dijaga sejak tahun 1979,” sebut Korenes.

Kampung Sawendarek setiap tahun mendapatkan dana desa (kampung). Dana itu dipakai untuk membangun rumah warga dan membeli mesin motor tempel (jhonson). “Masih ada 10 KK yang belum dapat rumah. Tahun ini kami bangun untuk mereka,” lanjut Korenes.

Sejatinya setiap pengelolaan dana desa, ada pendamping yang membantu warga dalam pengelolaannya. “Kami tidak mau pakai pendamping, karena dia terlalu main banyak. Kalau pendamping yang atur, operasional kepala kampung itu cuma Rp 5 juta. Kami tidak mau,” kata Korenes polos. “Makanya kami tolak,” tegasnya.

Alhasil salah satu usulan yang disampaikan ke pemerintah daerah, mulai dilirik Bank Indonesia. Lewat perwakilannya di Papua Barat, dermaga yang rusak sejak beberapa tahun silam akan mulai dibenahi tahun ini. “Kita akan perbaiki dermaga yang rusak dan menambah dermaga apung,” tutur Donny H.Heatubun, Kepala BI Perwakilan Papua Barat ketika dikonfirmasi.

Dermaga rusak yang akan dibenahi oleh Bank Indonesia. (Foto: Bustam/klikpapua.com)

Dipilihnya kampung tersebut karena sudah cukup dikenal oleh wisman. “Jadi ini yang kita dorong. Kita sudah berdiskusi. Dan mereka yang ajukan proposal.”

Setelah dermaga itu dibenahi, BI kembali akan melirik budaya di kampung itu. “Kita ingin padukan, saat berkunjung bisa diving, juga bisa juga melihat kesenian,” tuturnya. Dari 48 KK dan 228 jiwa yang ada di kampung itu, baru dua orang yang berpendidikan sarjana. Itu pun sedang bekerja di luar sana.

Untuk menjadikan kampung tersebut semakin ramai dikunjungi, tentu butuh perhatian serius dari pemerintah daerah. Sumber daya manusia yang handal di bidang kepariwisataan sangat dibutuhkan, untuk menjaga keberlangsungan kampung itu, sebagai lokasi snorkeling dan diving terbaik yang ada di Raja Ampat.

Sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Raja Ampat Yusdi N.Lamatenggo mengatakan, Raja Ampat bisa tetap hidup hanya dengan potensi perikanan dan pariwisatannya. Sehingga dua hal ini sangat diperhatikan keberlanjutannya. Sayangnya fasilitas pendukung belum menjadi hal prioritas pemerintah terhadap Kampung Sawendarek.

Editor: BUSTAM


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.