Angkat Isu Pendidikan Bagi Perempuan, Antropologi UNIPA Gelar Pemutaran Film Lamek dan Diskusi

0

MANOKWARI,KLIKPAPUA.com -Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua (Fasbud UNIPA) kembali lagi mengangkat isu pendidikan bagi perempuan dengan tema “Budaya Literasi dan Hak-Hak Perempuan Dalam Mendapatkan Pendidikan di Papua” yang berlangsung di Aula Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat, Senin (28/11/2022).

Kegiatan ini diawali dengan pemutaran film dokumenter berjudul Lamek. Kemudian dilakukan diskusi dengan menghadirkan berbagai narasumber dari akademisi, praktisi maupun mahasiswa.

Adapun narasumber yang diundang oleh Antropologi UNIPA, yaitu Dosen Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA, Dr. Yafet Syufi, S.S., MA, Komunitas Suka Membaca Papua, Lamek Dowansiba, Top Production, Teti Sanda, Dosen Tetap Non PNS Antropologi UNIPA, Roberthus Yewen, S.Sos., M.Si dan Mahasiswa Antropologi UNIPA, Elsi Eklesia Ester Bebari.

Komunitas Suka Membaca Papua, Lamek Dowansiba mengungkapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Baginya pendidikan terlepas dari kepentingan apapun, termasuk kepentingan politik. Hal inilah yang mendorongnya membuka rumah baca di setiap kampung yang ada di tanah Papua.

“Kami sudah bergerak sejak 2013 melalui Komunitas Suka Membaca Papua dan sampai saat ini sudah ada sekitar 38 rumah baca yang kami dirikan dan tersebar di kampung-kampung di Provinsi Papua Barat dan Papua,” ungkapnya disela-sela diskusi yang berlangsung.

Senada dengan itu, mewakili Top Production yang mengagas film pendek berjudul Lamek mengatakan, Lamek merupakan salah satu sosok anak muda yang memilih jalan diam untuk menggerakan literasi baca, tulis dan hitung di tanah Papua.

“Lamek kami jadikan inspirasi anak-anak muda, karena sudah lama menggerakan literasi baca, tulis dan hitung dengan mendirikan rumah baca yang tersebar di kampung-kampung. Berdasarkan hal itu, maka kami membuat film dokumenter berjudul Lamek dengan durasi sekitar 40 menit,” katanya.

Sementara itu, Dosen Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA, Yafet Syufi menjelaskan bahwa perempuan baginya sangat kuat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh perempuan lebih banyak, ketimbang laki-laki.

“Saya lihat perempuan lebih kuat. Justru yang lemah adalah laki-laki. Ini merupakan sebuah fakta, sebab kebanyakan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki,” jelasnya.

Menurut Direktur II Pascasarjana UNIPA ini bahwa perempuan adalah kelompok yang harus mendapatkan perhatian dalam dunia pendidikan. Hal ini agar dapat mewujudkan kesetaraan gender yang ada di Papua.

“Meskipun budaya kita di Papua ini peran laki-laki dominan, tetapi kita bisa lihat saat ini banyak perempuan yang diberikan kesempatan untuk menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan dan posisi lainnya. Artinya perempuan saat ini sudah berkembang maju,” tuturnya.

Di tempat yang sama, salah satu narasumber dari mahasiswa Antropologi UNIPA, Elsi Eklesia Ester Bebari bahwa salah satu hal yang paling penting bagi perempuan saat ini adalah pendidikan. Dengan pendidikan perempuan akan mampu bersaing dan membangun dirinya sendiri.

“Dengan pendidikan saya yakin diskriminasi terhadap perempuan dapat diperangi. Karena hanya dengan pendidikan perempuan akan dihargai dan dihormati. Kunci hanya pendidikan,” ujarnya.

Diskusi ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari para mahasiswa yang hadir dan ditutup dengan foto bersama antara para narasumber bersama-sama dengan para mahasiswa dari Jurusan Antropologi, Jurusan Sastra Indonesia dan Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua. (rls).


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.