MPM: Semua Komponen Harus Memikirkan Eksistensi Islam Papua

0

SORONG,KLIKPAPUA.com- Eksistensi Islam Papua, dikhawatirkan akan tergerus karena tidak adanya tonggak keislaman di Papua.

Tonggak tersebut terutama terkait sejarah masukknya Islam ke Tanah Papua. Padahal di sejumlah daerah di Papua, keberadaan dan pencampuran Islam dengan budaya lokal sangat jelas terlihat dan bisa disaksikan hingga kini.

Hal itu terungkap dalam Diskusi Publik yang digelar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan Badan Riset dan Inovasi KAHMI Papua Barat, Senin (31/5/2022) di Aula IAIN Sorong.

Dalam diskusi yang dihadiri Ketua Majelis Muslim Papua (MMP), Prof. Basir Rohromana itu terungkap jika pencampuran budaya Islam dan Papua, telah terjadi sejak lama. Terjadinya pencampuran itu, menurut Basir, terlihat dari pakaian, ritual, sistem kekerabatan hingga interaksi sosial.

Basir yang juga pengajar di Fakutas Hukum Universitas Cenderawasih tersebut, kondisi keterbelakangan pembangunan, juga berdampak langsung kepada Islam Papua. Menurut dia, saat ini IPM Papua dan Papua Barat, masih jauh dari standar.

“Konsepsional teoritik tentu diperlukan dalam rangka meneguhkan Identitas Kepapuan Islam atau IKI. IKI sebenarnya bisa merajut dan memberi peran penting,” kata Basir dalam dialog yang dihadiri alumni maupun para Kader HMI di Sorong Raya.

Terkait sejumlah hal yang kini dihadapi kelompok Orang Asli Papua (OAP) yang beragama Islam atau Islam Papua, menurut Basir, harus diselesaikan secara bersama. Berbagai komponen harus bersama-sama untuk melihat hal ini.

“Persoalan yang dihadapi Islam Papua saat ini, juga menjadi persoalan mendasar di Papua dan Papua Barat. Adanya kesenjangan, persoalan pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, juga menjadi perosalan yang dihadapi Papua secara keseluruhan. Sehingga kolaborasi sangat diperlukan,” tegas Basir lagi.

Sementara itu, Koordinator Presidium KAHMI Papua Barat, Hasan Makasar mengakui sejumlah hal yang diungkapkan Profesor Basir Rohrohmana menjadi tugas semua lembaga untuk menyelesaikannya. KAHMI, menurut Hasan, sebagai lembaga dengan anggota berbasis akademik, bisa memberikan gagasan maupun solusi terkait sejumlah hal tersebut.

“Saat ini harus ada langkah nyata yang kita lakukan. Jika persoalannya adalah tidak adanya monumental sejarah terkait masuknya Islam pertama kali ke Papua, maka KAHMI harus bisa mendorong hal itu agar menjadi perhatian semua pihak,” ujar Hasan. (end)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.