Seorang pedagang asongan menjajakan dagangannya di pinggir jalan tol Jakarta-Merak, Rabu (27/8/2025). (ANTARA/Indriani)
“Andai sehari saja anggota dewan cosplay menjadi rakyat jelata, akankah bisa bertahan di tengah himpitan ekonomi saat ini?”
JAKARTA– Asep (35) mengambil satu per satu tahu Sumedang dari bakul berwarna coklat. Dengan hati-hati ia memindahkan tahu tersebut ke dalam kantong plastik.
Satu per satu tahu itu ditata dengan rapi. Dalam satu kantong terdapat 10 tahu berbentuk dadu. Satu kantong plastik itu dihargai sebesar Rp10.000.
Tak lama, ia pun berdiri bersandar di pagar pembatas tol, mengangkat tinggi-tinggi kantong plastik tersebut dan menawarkannya ke pengendara mobil yang melewati jalan tol yang menghubungkan Jakarta – Merak. “Tol masih lancar, jualannya dari pinggir aja,” kata ayah dua anak itu di Tangerang, Rabu siang.
Sudah sejak empat tahun terakhir, ia beralih menjadi pedagang asongan sesudah kena PHK massal dari sebuah pabrik di kawasan Tangerang. Setiap kantong yang berhasil dijual, ia akan mendapatkan Rp2.000. Setiap hari, ia bisa menjual 30-40 kantong tahu.
Dia sangat bergantung pada kondisi jalan tol yang dekat dengan Gerbang Tol Cikupa itu. Biasanya menjelang siang hingga sore hari, jalanan akan tersendat. Dalam kondisi seperti itu, Asep tak lagi berdiri di pinggir jalan, ia menyelinap ke tengah jalan tol untuk menjajakan dagangannya. Tak dihiraukannya ancaman bahaya yang selalu mengintai, yang mungkin saja datang akibat arus lalu lintas di jalan tol.
Ia tak sendiri, masih banyak Asep-Asep lainnya yang mencari nafkah di antara deru jalanan tol. Ada yang menjajakan minuman dingin, kopi, kacang, buah potong dan lainnya.
Sebelumnya, pedagang asongan yang berjualan dekat gerbang tol itu tak sebanyak sekarang. Kondisi berubah tiga tahun terakhir. Pedagang asongan pun biasanya lebih banyak penduduk sekitar jalan tol, yang menawarkan keripik, tahu dan juga kopi. Sejak setahun terakhir, pedagang asongan semakin menjamur dan tak lagi hanya dari masyarakat setempat. “Banyak yang dari Tigaraksa, Balaraja, Bitung yang jualan,” kata Asep.
Selain semakin banyaknya persaingan, Asep dan kawan-kawan juga menghadapi tantangan lainnya. Jumlah pembeli pun semakin sedikit dibandingkan beberapa bulan terakhir. Mayoritas pembelinya lebih banyak sopir truk yang melewati jalan itu.
Keluhan lesunya perekonomian juga dikeluhkan masyarakat di media sosial. Akun Tiktok Erenshop Salatiga misalnya, sampai tak habis pikir sepinya pembeli di toko kelontongnya.
“Astaghfirullahal’adzim. Ada yang sama enggak, kalau penjualan tiga bulan terakhir sangat sepi. Mau buat muter aja susah banget,” ucap perempuan di video yang diunggah pada pekan pertama Agustus itu.
Perempuan itu juga meminta para pengguna media sosial lainnya, yang mencari kebutuhan pribadi, untuk datang berbelanja ke tokonya.
“Aku jualan buat makan bukan buat kaya,” katanya mengeluh.
Sementara uangnya habis digunakan untuk modal toko. Namun sayangnya, lesunya penjualan membuat uang yang seharusnya bisa diputar harus terbenam pada barang-barang di tokonya.(ANTARA)