7 Tahun Buron Kasus Korupsi Sapi di Kaimana, Fransiskus Newandi Ditangkap Jaksa

0
Fransiskus Newandi DPO Kejati Papua Barat mengenakan rompi merah muda di Bandara Rendani Manokwari. (foto: Gemelin/klikpapua)

MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Setelah tujuh tahun menjadi buronan, terpidana kasus korupsi pengadaan sapi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Fransiskus Xaverius Newandi, akhirnya ditangkap oleh tim intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat.

Fransiskus diamankan di Jakarta dan segera dibawa ke Manokwari untuk menjalani pemeriksaan sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Fakfak guna menjalani hukuman pidana sesuai putusan Mahkamah Agung.

Asisten Bidang Intelijen Kejati Papua Barat, Muhammad Bardan, menjelaskan bahwa Fransiskus merupakan buronan dalam kasus korupsi pengadaan sapi tahun anggaran 2012 senilai Rp46,8 miliar.

Dalam proyek tersebut, Fransiskus bertindak sebagai Kuasa Direktur PT Gunung Mas Utama Cabang Kaimana, dan bekerja sama dengan Kristian Efara, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kaimana sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran.

“Kasus ini bermula dari alokasi Dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp46,8 miliar dari Kementerian Pertanian kepada Provinsi Papua Barat, yang salah satu kegiatan utamanya adalah pengembangan kawasan sapi potong. Kabupaten Kaimana mendapat alokasi Rp1 miliar untuk dua kelompok tani,” jelas Bardan, Sabtu (4/10/2025).

Namun, dalam pelaksanaannya, Fransiskus ditunjuk langsung oleh Kristian Efara untuk mendatangkan sapi tanpa mengikuti mekanisme yang sah.

Penggunaan dana tidak disertai dokumen pendukung seperti rencana kerja dan kontrak resmi. Selain itu, kelompok tani penerima bantuan tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/1/2012.

Berdasarkan Laporan Hasil Audit Nomor SR-364/PW27/5/2015, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 miliar.

Kerugian itu dibebankan kepada Kristian Efara, namun Fransiskus tetap dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung.

“Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 32 K/Pid.Sus/2019 tanggal 31 Oktober 2019, Fransiskus dijatuhi pidana penjara selama tujuh tahun serta denda sebesar Rp200 juta,” ujar Bardan.

Meski telah dipanggil secara sah sebanyak tiga kali, Fransiskus tidak memenuhi panggilan jaksa. Akibatnya, pada w0 Maret 2025, Kejaksaan Negeri Fakfak menetapkannya sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Setelah dilakukan pelacakan intensif, yang bersangkutan akhirnya berhasil diamankan di Jakarta dan langsung dibawa ke Papua Barat untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” tambah Bardan.

Ia menegaskan bahwa Kejati Papua Barat akan terus memburu pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dari proses hukum.

“Tidak ada tempat aman bagi buronan Kejaksaan. Kami mengimbau agar para DPO segera menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Bardan. (mel)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses