JAKARTA,KLIKPAPUA.com– Penanganan dampak COVID-19 secara global, termasuk Indonesia, mengalami tantangan berat akibat meluasnya virus varian Delta secara cepat.
Permasalahan kesehatan kembali melonjak seiring peningkatan signifikan jumlah kasus positif dan korban jiwa di berbagai daerah. Lonjakan kasus yang signifikan membuat Pemerintah mengambil langkah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak awal Juli yang mengakibatkan tertahannya kegiatan ekonomi masyarakat.
Hal ini kemudian menekan pendapatan masyarakat Indonesia, khususnya kelompok masyarakat kelas bawah, yang perlu mendapat perhatian dari Pemerintah untuk menjaga sisi kemanusiaan.
Upaya penanganan dampak COVID-19 mendorong peningkatan yang tidak terduga dan besar atas biaya penanganan kesehatan dan kemanusiaan. Hal ini tentu tentunya berdampak pada keuangan negara, khususnya pengelolaan APBN. Upaya refocusing dan realokasi APBN sudah dijalankan Pemerintah untuk mengoptimalkan peran APBN sebagai instrumen utama dalam penanganan dampak COVID-19. APBN dijalankan dengan masih dalam koridor kebijakan luar biasa dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan, sesuai amanat dalam UU No.2 tahun 2020.
Merujuk pada perkembangan kondisi dan respons kebijakan Pemerintah tersebut, Bank Indonesia (BI) terpanggil untuk berpartisipasi dalam langkah-langkah bersama untuk penanganan kesehatan dan penyelamatan kemanusiaan akibat Covid-19, sebagai bagian dari tugas negara, kemanusiaan, kesehatan, dan keamanan rakyat. Upaya ini merupakan wujud kuatnya sinergi dan koordinasi kebijakan fiskal Pemerintah dan kebijakan moneter BI. Kerja sama yang solid antara Pemerintah dan BI dilakukan dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian kebijakan fiskal dan moneter, serta dilakukan dengan tata kelola yang baik (good governance), akuntabel, dan transparan.
Kerja sama yang solid antara Pemerintah dan BI dalam penanganan dampak COVID-19 dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka Pembiayaan Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan Guna Penanganan Dampak Pandemi COVID-19 Melalui Pembelian di Pasar Perdana oleh BI atas SUN dan/atau SBSN (kemudian disebut SKB III), yang ditetapkan pada tanggal 23 Agustus 2021. Skema yang diatur dalam SKB III dijalankan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan BI dan kesinambungan keuangan Pemerintah. Lebih lanjut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mengapresiasi dan mendukung upaya Pemerintah dan BI dalam mengembangkan skema dan mekanisme pembiayaan APBN, untuk mengurangi beban keuangan negara melalui SKB III ini.
“Untuk melakukan koordinasi ini, kami juga bersama-sama terus melihat kesinambungan keuangan, baik dari sisi pemerintah yaitu APBN, dan dari sisi BI yaitu kondisi keuangan dan neraca Bank Indonesia. Ini sebagai dua syarat yang penting, agar pemulihan ekonomi dan pembangunan akan terus bisa berjalan, secara sustainable. Jadi, kita tidak mengorbankan, at all cost, sustainibilitas dalam jangka menengah panjang, dalam bentuk kesehatan, keuangan Pemerintah Indonesia, dan Bank Indonesia, yang merupakan fondasi penting bagi perekonomian Indonesia untuk terus tumbuh ke depan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers bersama Gubernur Bank Indonesia.
Skema dan mekanisme yang diatur dalam SKB III mencakup: (i) pembelian oleh BI atas SUN dan/atau SBSN yang diterbitkan Pemerintah di pasar perdana secara langsung (private placement), (ii) pengaturan partisipasi antara Pemerintah dan BI untuk pengurangan beban negara, (iii) untuk pendanaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak COVID-19. Lebih lanjut, diatur juga mekanisme koordinasi antara Kementerian Keuangan dan BI, serta penempatan dana hasil penerbitan SBN dalam rekening khusus.
Secara umum, pelaksanaan sinergi kebijakan dalam skema SKB III ini tetap menjaga prinsip penting dari sisi: Fiskal: Menjaga fiscal space dan fiscal sustainability dalam jangka menengah, serta menjaga kualitas belanja yang produktif. Selain itu, juga untuk mendukung konsolidasi fiskal dengan kebijakan penurunan defisit secara bertahap menjadi di bawah 3% mulai tahun 2023;
Moneter: Menjaga stabilitas nilai tukar, tingkat suku bunga, dan inflasi agar tetap terkendali; Makro: Memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
SKB III berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2022. Besaran SBN yang diterbitkan yaitu pada tahun 2021 sebesar Rp215 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp224 triliun. Partisipasi BI berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp58 triliun (tahun 2021) dan Rp40 triliun (tahun 2022), sesuai kemampuan keuangan BI. Sedangkan sisa biaya bunga pembiayaan penanganan kesehatan lainnya serta penanganan kemanusiaan menjadi tanggungan Pemerintah. Seluruh SBN yang diterbitkan dalam skema SKB III ini merupakan SBN dengan tingkat bunga mengambang (dengan acuan suku bunga Reverse Repo BI tenor 3 Bulan). Di dalam SKB ini juga diatur ketentuan mengenai fleksibilitas, di mana jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan serta kondisi keuangan BI.
Di samping itu, SBN yang diterbitkan bersifat tradable dan marketable serta dapat digunakan untuk operasi moneter BI. “Yang ingin saya tambahkan, satu ini ada panggilan tugas negara, untuk kesehatan dan kemanusiaan dan untuk di dalam kita bersama-sama memenuhi tugas negara ini, bersama pemerintah dan berbagai pihak untuk mengatasi masalah kemanusiaan dan keamanan masyarakat, dan sekaligus untuk memulihkan ekonomi. Yang kedua, dari skema dan mekanisme dari kerjasama
ini, tidak hanya bisa mengurangi beban atau biaya dari kesehatan dan beban negara. Dan untuk itu juga akan memperkuat kemampuan dari kebijakan fiskal untuk memulihkan ekonomi. Yang ketiga, bahwa kerjasama ini tidak mempengaruhi sedikitpun mengenai independensi BI. Ini justru bagaimana kami menjalankan independensi BI dalam konteks bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah secara erat. Juga tidak akan mempengaruhi kemampuan BI untuk melakukan kebijakan moneter dan juga kemampuan keuangan BI,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di kesempatan yang sama.
Penerbitan SBN dalam skema SKB III ini diarahkan untuk penanganan kesehatan dan kemanusiaan. Untuk anggaran penanganan kesehatan terdiri atas program vaksinasi, diagnostik (testing, tracing, treatment), therapeutic (biaya perawatan pasien COVID-19, insentif/ santunan tenaga kesehatan, obat-obatan, alat kesehatan), penanganan COVID-19 di daerah, dan penanganan kesehatan terkait pandemi COVID-19 lainnya. Sedangkan untuk anggaran penanganan kemanusiaan meliputi bantuan beras, tambahan program sembako, bantuan sembako Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dan program perlindungan masyarakat lainnya.
Pemerintah menjaga bahwa kebijakan penanganan dampak COVID-19 ini tetap dalam koridor pengelolaan keuangan yang prudent dan kredibel. Dari sisi pembiayaan APBN, Pemerintah terus mengelola utang secara hati-hati dan terukur, serta memperhatikan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
Dengan diterapkannya skema SKB III, upaya penanganan COVID-19 di sektor kesehatan dan penyelamatan kemanusiaan diharapkan dapat terlaksana dengan lebih optimal, serta mampu menjaga kesinambungan fiskal melalui pengurangan beban negara. Akselerasi penanganan sektor kesehatan dan kemanusiaan yang didukung partisipasi BI ini menjadi modal dasar pemulihan ekonomi nasional. Namun demikian, Pemerintah tetap waspada serta fleksibel dalam menyesuaikan strategi penanganan COVID-19 yang adaptif dalam menghadapi pola kehidupan baru. Kesadaran masyarakat kepada 3T, disiplin protokol kesehatan 5M, dan akselerasi program vaksinasi sangat krusial. Seluruh komponen bangsa harus bersatu padu mengendalikan pandemi dan memulihkan ekonomi.(rls/kp1)