MANOKWARI,KLIKPAPUA.com–Wilayah adat dan tapal batas antar kabupaten maupun Provinsi Papua Barat, telah terintegrasi dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sementara direvisi oleh Pemerintah Daerah.
Hal ini diungkap Kepala Bidang Tata Ruang selaku Katua Bidang Teknis Penyusunan RTRW Papua Barat 2021-2041, Dr Sami Saiba kepada awak media, Rabu (23/2/2022) di Manokwari.
“Kita bangga karena Papua Barat berhasil menetapkan sebuah produk hukum baru yaitu Perda RTRW, yang didalamnya telah mengakomodir terkait provinsi berkelanjutan, wilayah adat dan tapal batas juga sejumlah kebutuhan daerah penting lainnya. Dan konsep ini sesungguhnya tidak ada dalam RTRW Nasional khususnya mengenai wilayah adat,”ungkap Semi.
Soal wilayah adat masyarakat merupakan sebuah nomenklatur baru yang akan didorong dalam RTRW nasional untuk menjadi produk resmi Pemprov Papua Barat tetapi juga menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia, yang juga akan ikut memberikan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat di daerahnya masing-masing.
“Ini penting sehingga saya berharap semua provinsi bisa mengadopsi apa yang telah disusun Pemprov Papua Barat dalam Raperda RTRW ini,”tandas Saiba.
Ia menerangkan, dari sembilan tahapan dalam tubuh revisi RTRW menuju penetapan Perda, saat ini pemerintah telah mencapai tahapan ke tujuh yaitu persetujuan Revisi RTRW dalam rangka menjawab hasil persetujuan substansi dari Mentri ATR terkait penyusunan tata ruang wilayah Provinsi Papua Barat 2021-2041.
“Kita hanya diberikan waktu kurang lebih 2 bulan untuk segera menyelesaikan tahapan itu dan selanjutnya DPR akan kembali melaksnakan paripurna untuk menetapkan perda RTRW 2021-2041″sebut Saiba.
Selanjutnya, pihaknya akan segera mempersiapkan tahapan selanjutnya yaitu evaluasi Raperda untuk masuk dalam Sistim Informasi Online Layanan (SIOLA). “Dulu sifatnya masih offline sekarang pembahasannya sudah online, jadi semua data yang kita punya akan kita input dalam sistim tersebut, yang akan ditarik oleh semua sektor untuk dibahas ditingkat kementrian secara khusus melalui dirjen direktorat terkait di kemendagri. Nah waktu pembahasan inilah yang kita harap cepat selesai sehingga setelah diputuskan Mendagri dan mendapatkan nomor registrasi (noreg) maka kita akan kembali sidang paripurna DPR untuk ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah,”terang Saiba
Menurut dia, jika noreg tersebut sudah diterbitkan otomatis perda Nomor 3 tahun 2013 tentang RTRW Papua Barat termasuk perda rencana donasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Karena ini sudah terintegrasi dalam Raperda RTRW yang baru.
“Kita optimis karena ini tahapan diatur dalam sistim ini yang kita kejar. Jadi pasti tepat sesuai waktu yang diberikan oleh kementrian terkait,”tandas Saiba.
Ini menurut dia, produk baru yang dihasilkan oleh Gubernur Papua barat dimasa kepempinannya. “Beliau (gubernur) konsen terhadap lahirnya keberpihakan terhadap masyarakat adat. Ini dasar dari pada UU Otsus juga lahirnya fraksi Otsus disinilah letak kebijakan,”tukasnya.
Meskipun demikian, ia menyadari masih banyak kekurangan tetapi yang harus dipahami bahwa dalam perjalanan sudah ada regulasi pengikat . Nanti dalam RTRW kabupaten/kota hingga rencana detail RTRW tentu akan dorong supaya seluruh daerah wajib memetakan wilayah adatnya. Ia mengakui, data peta wilayah adat yang belum masuk adalah Kabupaten Raja Ampat, Pegaf, dan Manokwari.
Sebuah skema wilayah adat sesungguhnya tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. “Contoh keluarga besar Arfak ada tersebar di sejumlah kabupaten di Papua barat, nah jika dipetakan wilayah adatnya maka akan menembus batas dan ruang, menembus batas administrasi namun dalam pengelolaannya tetap kita pakai batas administrasi karena tanggung jawabnya ada di pemerintah kabupaten,” tutup Saiba.(aa)