MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Pemerintah daerah sebagai penentuh kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi terutama solar, premium, minyak tanah yang disalurkan Pertamina. “Jadi semua itu tergantung permintaan kuota dari pemerintah daerah,” jelas Edi Mangun, Unit Manager Comm, Rel dan CSR MOR VIII kepada awak media, Senin (23/11/2020) ketika ditanya soal penentuan kuota BBM.
Namun permintaan itu didasari hasil survei statistik berdasarkan data BPS, keluarga pra sejahtera dan lain sebagainya, kemudian pemerintah daerah mengajukan kuota ke pusat melalui Kementerian ESDM, dalam hal ini BPH Migas.
Selanjutnya dirapatkan bersama DPR-RI mengenai anggaran APBN dan lain-lain, baru keluarlah angka. “Angka itu biasanya secara Nasional dari Sabang sampai Merauke, kemudian nanti baru dibagi-bagi proporsional menurut angka-angka tadi dari tiap provinsi,” ungkap Edi mangun.
Edi berharap pemerintah daerah mau betul-betul menghitung kebutuhan, agar permintaan kuota itu berdasarkan apa yang terjadi, kebutuhan aktual di masyarakat, misalnya pemerintah ajukan 10 maka tidak mungkin akan diterima 10, karena ada pembagian.
Menurut Edi kelihatannya mudah, namun prakteknya cukup sulit mengatur kuota yang kurang. “Kemudian harus diatur selama satu tahun, itu sulit. Makanya Pertamina berkewajiban mengatur itu dan tidak diberi kewenangan untuk menambah,” jelasnya.
Edi mencontohkan, ada dua kabupaten yakni Kabupaten Puncak jaya dan Kabupaten Asmat yang tiap pertengahan tahun selalu melakukan evaluasi dan mengkoreksi kuota, sehingga pemerintah pusat memperintahkan Pertamina untuk menambah, sesuai kebutuhan ril tiap tahunnya,” ungkap Edi.
Edi lenajutkan, kebutuhan masyarakat akan BBM subsidi sangat tinggi, sehingga peran pemerintah daerah sangat penting, dalam hal menjaga jumlah, agar kebutuhan terutama menjelang akhir tahun atau Hari Raya Natal dan Idul Fitri, karena permintaan BBM akan sangat tinggi.“Untuk solar sendiri terjadi penumpukan ada antrian, antrian ini terjadi bukan karena indikator kelangkaan, namun masih ada indikator lainnya seperti jalan Trans Papua sudah tembus hingga Nabire, dan terjadi antrian karena kendaraan dari luar juga mengikuti antrian, dan itu sangat mempengarui penumpukan di SPBU,” jelasnya.
Lebih lanjut Edi mengungkapkan, sesuai Undang-Undang Migas, Pertamina hanya diberi kewenangan untuk menyimpan dan mendistribusikan. Undang-Undang Migas itu sudah jelas, bahwa kewenangan pengawasan, kewenangan penindakan hukum ada di pemerintah daerah, dalam hal ini Disperindag, penegak hukum kepolisian dan kejaksaan.
“Sesuai apa yang diatur undang-undang, nah saya tidak tahu ini ada yang tidak jalan di mana ini, karena kami bertanggungjawab sampai diujung terakhir SPBU atau APMS. Keluar dari itu secara hukum, secara undang-undang menjadi kewenangan, terutama kita harus ingat bahwa orang Pertamina tidak dididik untuk menyidik dan itu tidak ada dan tidak ahli di situ. Makanya undang-undang mengatur bahwa untuk hal-hal seperti penimbunan dan lain-lain itu adalah kriminal dan itu diatur sanksi hukumnya,” jelasnya.
Saat ditanya apakah adanya penimbunan Pertamina dirugikan, Edi menyampaikan secara non material tentu dirugikan. Karena kenapa? penyerangan publik akan ke Pertamina, tidak kemana-mana. “Kalau secara materi mungkin tidak, tapi ada kewajiban kita untuk menjaga stok, artinya kita jadi kerja ekstra untuk mengatur stok itu, saat kita mengatur stok agar bisa bertahan hingga akhir tahun, masyaraakt tetap akan menyalahkan Pertamina kenapa kita butuh, malah tidak dilepas,” jelasnya.
Ditambahkan Edi, untuk harga eceran yang menentukan adalah pimpinan daerah, kepala daerah dalam hal ini Gubernur. Gubernur menentukan harga eceran yang tertinggi, tetapi dalam mekanisme yang terjadi di lapangan memang ada hal-hal yang sebenarnya perlu dimaklumi dan ada juga yang tidak.
“Yang perlu kita maklumi itu kalau memang tempat itu tidak ada, tidak ada APMS, tidak ada SPBU, tidak ada yang ditunjuk kemudian masyarakat berusaha sendiri menghadirkan BBM ke sana, ya otomatis biaya transport itu ditanggung oleh mereka, mungkin naik itu wajar, tetapi yang lucu itu kan ada harga yang naik, tapi dia jualan di depan SPBU, itu penindakannya ada di siapa? Undang-undang sudah mengatur jelas, “ pungkasnya.(aa)