MANOKWARI,KLIKPAPUA.com–Pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Manokwari dari Januari hingga Juli 2022 tercatat ada 85 laporan polisi. Tren kasus paling dominan yang ditagani adalah penganiyaan.
Kasat Reskrim Iptu Arifal Utama melalui Kanit PPA, Ipda Devi Aryanti mengatakan, di Polres Manokwari kasus penganiyaan terlapornya masuk di PPA. Lebih diutamakan adalah restorative justine.
“Karena penganiayaan masuk ke pidana umum. Cuma yang masuk ke pidum itu tidak ada tersangkanya. Kalau ada tersangkanya, disposisi ke PPA,” kata Ipda Devi Aryanti, Rabu (27/7/2022).
Berdasarkan data rilis PPA, bahwa penganiyaan ada sebanyak 44 kasus dari Januari hingga Juli 2022. Kasus pengeroyokan 5 kasus, perlindungan anak 12 kasus, pencurian 1 kasus, perbuatan tidak menyenangkan 3 kasus,pencemaran nama baik 1 kasus.
“Percobaan persetubuhan 3 kasus, perzinaan 2 kasus, penipuan 1 kasus, informasi dan transaksi elekronik 3 kasus, pengancaman 3 kasus, KDRT 4 kasus, dan asulisasi 2 kasus,” katanya.
Ia menjelaskan, Januari hingga Juli 2022 kasus di tagani PPA kasus yang sudah P21 di Kejaksaan Negeri Manokwari sebanyak 8 kasus. “Kasus KDRT 1 kasus, penganiyaan 1 kasus, persetubuhan 5 kasus dan pengelapan 1 kasus. Kasus kasus ini sudah ke tahap II,” jelasnya.
Ia mengatakan, kasus diselesaikan secara restorative justine dari 84 ada 10 kasus itu rata- rata kasus pencemaran baik, informasi transaksi elekronik. “Itu biasanya ada restorative justine
Mereka cuma kesalapahaman, kita pertemukan kedua belah pihak. Ada juga kasus, KDRT ada 2 kasus jadi pelapor ini, meminta untuk di selesaikan ada minta kasus di cabut Karen sudah di selesaikan di luar,” ungkapnya.
Kasus sementara di proses KDRT 2 kasus. Kasus penganiyaan cukup banyak seperti kasus pemukulan, ada juga korban perempuan. “Kaya suami/istri tidak nikah sah, itu masuk ke penganiayaan.
Sama ada yang anak juga dikroyok, itu maksudnya itu masuk dalam Undang-Undang perlindungan anak,” tuturnya. “Kasus anak di bawah, pengamanan trauma hilang tidak ada, namun kita koordinasi dengan dinas pemberdayaan perempuan dan anak dan dinas sosial. Kita pasti libatkan mereka jika ada kasus anak,” sambungnya.
Lanjut Devi Aryanti, kasus KDRT yang ditangani kebanyakan di picu akibat pengaruhi miras. Biasanya laki laki mabuk melakukan penganiyaan ke istrinya, ada juga kasus suami dan istri, namun di ajak berhubungan selayaknya suami istri.
“Tidak mau itu di paksa, terus di pukul. Itu berdasarkan pengaduan korban saat melakukan pemeriksaan. Karena rata-rata kasus masuk itu di awali dengan miras. Kalau miras kita pertemukan mereka dulu, karena mereka tidak sadar melakukan hal tersebut,” tuturnya.
Sedangkan kasus pencabulan anak di bawah umur bukan faktor miras memang ada niat dan secara sadar melakukan hal tidak sepantasnya di lakukan. Bahkan di lakukan bukan sekali, tapi berulang kali.
“Seperti kasus anak tiri dan bapak tiri, bahkan anaknya sudah melahirkan. Dan istrinya sudah punya anak lagi dari bapaknya. Dan kasus sudah tahap II di Kejaksaan berapa Minggu lalu,”pungkasnya. (ar)