Berada di Pinggiran, Papua Barat Rawan Masuknya Narkotika

0
Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M ) BNNP Papua Barat, drg Indah Permatasari. (Foto: Aufrida/klikpapua)
MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Indonesia bagian barat hingga timur kondisinya sudah darurat Narkotika, maka sesuai Instruksi Presiden wajib melaksanakan pencegahan  terhadap bahaya narkotika.
“Untuk pencegahan  pengedaran narkotika ini bukan hanya tugas dari BNN,  Polda,  Polres,  tetapi tugas  kita bersama, bagaimana berpikir, bagaimana cara menangani,  bagaimana cara mencegah anak-anak atau generasi  muda untuk tidak memakai narkotika,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M ) BNNP Papua Barat, drg Indah Permatasari saat ditemui wartawan, Rabu (3/2/2021).
Menurut drg. Indah, Papua Barat berada  di pinggiran yang sangat rawan, karena berdekatan dengan PNG dan di pelabuhan-pelabuhan sendiri tidak adanya alat X-trail, sehingga dengan mudah sekali masuknya ganja-ganja ke wilayah Papua Barat.  “Begitu juga dengan pelabuhan udara,  pelabuhan udara banyak yang belum mendapat pelatihan untuk membaca warna dari narkoba, sehingga sangat penting untuk pembaharuan, perbaikkan kekurangan-kekurangan yang kita miliki, sehingga nantinya kita semua dapat menyelamatkan generasi muda,” ungkapnya.
Dia menyampaikan kasus narkotika selalu meningkat, seperti  tahun lalu total yang ditangkap 300 gram shabu. “Belum lagi ganjanya. Yang terakhir kemarin hampir 3 kilo ganja yang kita tangkap dari seorang mahasiswa,” ungkapnya. Menurut drg. Indah, hal ini menunjukkan bahwa Papua Barat tidak bisa disepelekan,  kondisi Papua Barat sangat mengkhawatirkan.  Anak-anak yang dulunya pemakai aibon sekarang sudah mulai melinting ganja di depan toko-toko.
Ia memberikan contoh seperti Kota Sorong menjadi pusat masuknya bisnis, masuknya  orang dari daerah lain yang begitu mudah, sehingga pertambahan penduduk di Papua Barat ini semakin meningkat. “Otomatis dengan majunya suatu kota,  banyak juga tantangannya, seperti narkoba ikut masuk, dan peredarannya  juga cepat karena majunya satu kota tersebut,  itu yang harus kita cegah jangan sampai peredaran tersebut  masuk di Papua Barat,” katanya.
“Sekarang yang memicu orang untuk menyalurkan narkotika itu baik pengedar  dan kurir karena harganya yang begitu tinggi per-grammya bukan hanya masalah ekonomi,  kita tau bersama di Lampung itu harga shabu  Rp 1-1,5 juta, di Papua Barat bisa sampai harga Rp 3 juta. Dan ini dinilai oleh mereka bisnis yang sangat menjanjikan,  sehingga mereka berusaha agar bagaimana barang tersebut bisa masuk di Papua Barat,” pungkasnya. (aa)

Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.