Oleh: Marah Sakti Siregar
AHAD dini hari. 29 Ramadan 1446 H. Atau 29 Maret 2025. Suasana hening. Tenang dan sejuk terasa di Masjid At Tabayyun, Jakarta Barat.
Sekitar 160 orang jamaah tampak berhimpun dan ber hikmat di masjid berlantai dua yang terletak di Perumahan Taman Villa Meruya itu. Mereka adalah para jamaah I’tiqaf. Yakni, kaum mukminin dan mukninat dari seputar Jakarta, yang mau berhikmat dan beribadah, menghabiskan waktu malam mereka di masjid pada sepuluh hari terakhir puasa Ramadan. Mereka, bisa jadi, adalah di antara ummat yang mau mengikuti jejak Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw sendiri di ujung bulan Ramadan meninggalkan contoh teladan dengan meningkatkan intensitas ibadahnya di sepuluh malam terakhir Ramadhan. Beliau beri’tikaf. Memperbanyak solat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan berdoa. (HR. Bukhari no. 2026, Muslim no. 1172).
Salah satu keutamaan dan nilai tinggi yang diperoleh dari ibadah yang dicontohkan Rasulullah itu adalah para pelaksananya akan bisa mendapatkan kemuliaan dan pahala yang luar biasa besar yang diturunkan Allah swt di salah satu malam yang disebutkanNya sebagai “Malam Lailatul Qadar.” Yakni, malam spesial. Dengan nilai pahala berlipat ganda, yang diperoleh ummat jika beribadah di malam itu. Besar dan nilainya luar biasa. Lebih baik dan lebih besar dari ibadah selama seribu bulan (kurang lebih 83 tahun). Sebagaimana sudah difirmankan Allah swt dalam Alquran surat ke-97 Surat Al Qadr.
Itulah sebabnya sejak zaman Rasulullah masih hidup, kaum muslimin senantiasa dianjurkan untuk meningkatkan dan memperbanyak peribadahan pada malam-malam 10 hari terakhir bulan Ramadan –terutama di malam-malam ganjil. Supaya bisa mendapatkan atau menggapai mukjijat LailatulQadar (hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Agaknya, terinspirasi atau termotivasi anjuran Rasulullah itu, maka jumlah peminat i’tikaf di masjid-masjid dari masa ke masa senantiasa meningkat. Akan halnya di Masjid At Tabayyun, peningkatan itu pun sangat terasa. Jumlah jamaah i’tikaf tahun ini meningkat tajam.
Sudah tiga kali Masjid At Tabayyun menggelar i’tikaf. Selama ini, jumlah jamaahnya berkisar puluhan orang saja. Atau angka tertinggi tahun lalu terjadi pada malam ganjil malam ke-27. Dengan jumlah jamaah sebanyak 150 orang.
Tahun ini, Alhamdulillah, jamaah terbanyak tetap di malam ganjil pada malam ke 27: sebanyak 290 jamaah.
Sedangkan jamaah terbanyak di malam genap terjadi tadi malam, di malam ke-30.
Tahun ini semua Pengurus atau Dewan Kemakmuran (DKM) Masjid At Bayyun sangat bersyukur. Sebab, kendati jumlah jamaah meningkat–berkat kerjasama dan pengertian para jamaah– suasana i’tikaf tetap terjaga baik: hening, khusuk dan khidmat.
Di sela mengalir datangnya para jamaah ke At Bayyyun, tadi malam, misalnya, suasana di masjid tidak terasa hiruk pikuk. Tenang dan tertib.
Para jamaah, separuh di antaranya jamaah perempuan. Mereka berada di lantai dua. Sedangkan sebagian lainnya, jamaah lelaki, berada di lantai satu. Sebagian besar jamaah adalah suami-isteri dengan satu dua anak mereka. Mereka berdatangan dari mana-mana. Ada yang sudah datang sejak solat Isya, lanjut solat Tarawih. Lalu tetap berdiam (i’tiqaf) di Masjid At Tabayyun, siap menjalani i’tikaf penutup.
Uzai Tarawih pun suasana di masjid tetap terasa tenang dan lengang. Hanya terdengar suara lirih orang berzikir dan jamaah yang membaca Alquran. Pas pukul 02.00 wib, suasana i’tikaf terasa makin khusuk. Terutama setelah lampu masjid diredupkan– mengiringi dimulainya solat malam (qiyamul lail) berjamaah. Pemimpin solat qiyamul kali ini adalah seorang imam muda. Namanya: Hafidz Adam, berusia 19 tahun.
Hafid adalah salah satu dari 9 imam yang disiapkan DKM At Tabayyun untuk memimpin solat tengah malam (qiyamul lail). Qiyamul lail adalah ibadah pelengkap kegiatan I’tiqaf.
Hafidz, lulusan Pesantren Islam Terpadu (Islamic Boarding School) Darul Quran Mulia, Gunung Sindur, Bogor. Ia baru lulus tahun ini dari pesantren itu, dan terpilih masuk melalui jalur undangan (SNMPN) ke Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang, jurusan Teknik Sipil.
Imam muda ini, sejak dua tahun lalu, kerap mampir–kalau lagi libur sekolah–ke Masjid At Tabayyun. Oleh imam senior di At Tabayyun, ia kemudian dicoba menjadi imam. Bacaan qurannya bagus, suaranya jernih, dalam dan lembut. Banyak pengurus DKM dan jamaah At Tabayyun suka kalau dia jadi imam.
Pada qiyamul penutup i’tikaf tadi malam, Hafidz tampil prima. Ia memimpin delapan rakaat solat malam. Usai membacakan Alfatihah, dia melantunkan surat pilihan: Surat An-An’am (surat ke-6). Dia lantunkan sebanyak 57 ayat dalam 8 rakaat solat malam itu. Mulai ayat 74 sampai ayat 131.
Dengan vokal suara agak bariton, Imam Hafidz melantunkan ayat-demi ayat surat quran yang berkisah tentang Ketauhidan Nabi Ibrahim a.s dan keturunannya. Lantunan bacaannya jelas, dan enak didengar. Maka, waktu solat tengah malam yang durasinya sekitar satu jam, jadi tak terasa lama dan melelahkan.
Pilihan surat itu agaknya sejalan dengan pesan utama pasca Ramadan agar ummat tetap menjaga ketauhidan sebagai hamba Allah. Tetap menjaga keimanan dan ketaqwaan pada Allah swt sebagaimana sudah dicontohkan para Nabi Allah. Mulai Ibrahim as, hingga para nabi keturuannnya sampai Nabi penutup: Muhamad saw.
Imam solat kemudian mengakhiri qiyamul kail di i’tiqaf penutup Ramadan, dengan doa cukup panjang. Semoga Allah swt mengijabah doa para imam itiqaf–termasuk doa Imam Hafidz Adam– agar semua ummat beriman yang beribadah di 10 malam terakhir Ramadan 1446 H, beroleh anugerah Malam Penuh Kemuliaan–Lailatul Qadar. Aamiin, ya Rabbal alamiin.