Terima NGO dan Peneliti, Kemendagri Dengarkan Gagasan Soal Pemilu Serentak Pasca Putusan MK

0
Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar.
JAKARTA,KLIKPAPUA.COM– Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar menerima sejumlah NGO/LSM /Peneliti untuk mendengarkan sejumlah aspirasi Pemilu Serentak pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pertemuan dilakukan di Situation Room Gedung F Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (03/03/2020).
“Hari ini Kemendagri posisinya mendengarkan, seluruh masukan tadi kami akan lakukan exercise, dari sampai hari ini kami belum mengambil posisi, nanti kita lakukan dulu pendalaman tentang masukan kawan-kawan, sesuai arahan Mendagri Prof.H.Tito Karnavian bahwa kementerian dalam negeri harus menjadi organisasi yang terbuka dan responsif terhadap masukan publik termasuk kalangan masyarakat sipil,” kata Bahtiar usai melakukan pertemuan.
Anggota Perkumpulan  untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam kesempatan tersebut meminta Pemerintah bersama DPR untuk membahas sejumlah RUU terkait politik untuk dibahas bersama. “Salah satu hal yang utama yang didorong adalah proses pembahasan UU Pemilu ini berbarengan dengan UU Pilkada, UU Parpol, UU MD3, UU Pemda, kita dorong untuk segala implikasi teknis dari setiap model pemilihan Pemilu Serentak, sehingga ada cukup waktu bagi penyelenggara, peserta, dan pemilih untuk sistem yang akan dipilih,” jelas Fadli.
Sementara itu penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan putusan MK yang melahirkan 6 (opsi)  keserentakan Pemilu itu perlu diimbangi dengan penguatan Parpol. “Memang Putusan MK menghadirkan banyak opsi, dan Mas Fadli tadi sudah menyampaikan beberapa opsi yang cukup kuat, serentak nasional dan serentak lokal, tapi di luar itu, kami meminta Kemendagri juga mendorong perbaikan parpol karena kita jangan sampai terjebak hanya memperbaiki demokrasi prosedural saja,” kata Donald.
Di satu sisi, Ketua Konstitusi Demokrasi (KODE) inisiatif, Veri Junaidi mengusulkan untuk keserentakan dibagi menjadi keserentakan nasional dan daerah. “Untuk 2024, kami mengusulkan hanya untuk memilih DPR, DPD, dan Presiden, sedangkan untuk DPRD itu gabung dalam pemilihan daerah Gubernur, Bupati/Walikota, tapi juga yang menjadi catatan jangan sampai mengurangi ke-crowded-an proses penyelenggaraan pemilu seperti 2019, tapi justru menimbulkan masalah di daerah. Untuk itu desain di daerah diusulkan supaya pemilihan dibagi per region,” tutur Veri.
Meski demikian, diungkapkan Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari, Pemilu ke depan harus membuat nyaman bagi pemilih, penyelenggara, maupun peserta pemilu itu sendiri.
“Pendekatan yang mau kita gunakan adalah bagaimana Pemilu itu bisa nyaman bagi peserta dan penyelenggara Pemilu, pilihan yang ditawarkan paling maksimal adalah Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal,” pungkasnya.
Adapun pertemuan tersebut turut serta dihadiri  Kepala Puskapol Universitas Indonesia,  Litbang media Kompas, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Kode Inisiatif, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), YAPPIKA, Indonesian Parliamentary Center (IPC), Exposit Strategic, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Transparancy International (TI) Indonesia, PARA Syndicate, Pusako, Kode Inisiatif, Perludem, ICW serta kabag humas puspen dan tim ditjen politik dan pemerintahan umum kemendagri.(rls/bm)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.