JAKARTA,KLIKPAPUA.COM– Regulasi yang berkenaan dengan Pelantikan Kepala Daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
“Terkait pelantikan sudah diatur dalam undang-undang 10 tahun 2016, ketentuannya sudah jelas,” kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar di Jakarta, Senin (22/07/2019).
Dalam undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 164 dijelaskan sebagai berikut:
(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(4) Dalam hal calon Bupati dan Calon Walikota terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan diri, calon wakil Bupati dan Calon wakil Walikota terpilih tetap dilantik menjadi Wakil Bupati dan Wakil Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
(5) Dalam hal calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota terpilih meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan diri, calon Bupati dan Calon Walikota terpilih tetap dilantik menjadi Bupati, dan Walikota meskipun tidak secara berpasangan.
(6) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(7) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
(8) Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil
Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Sementara diantara Pasal 164 dan Pasal 165 disisipkan 2 (dua)
pasal, yakni Pasal 164A dan Pasal 164B berbunyi sebagai berikut:
Pasal 164A
(1) Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dan Pasal 164 dilaksanakan secara serentak.
(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota periode sebelumnya yang paling akhir.
(3) Dalam hal terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat melakukan pelantikan di Ibu kota Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(4) Dalam hal lebih dari 1 (satu) provinsi yang terdapat 1 (satu) pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih yang tertunda dan tidak ikut pada pelantikan serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat melakukan pelantikan secara bersamaan di Ibu kota Negara.
Pasal 164B
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.(rls)