BPS : Ada Keanehan dalam Andil Inflasi dari Angkutan Udara

0
Ilustrasi

KLIKPAPUA, JAKARTA–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya keanehan dalam andil inflasi yang berasal dari angkutan udara. Ini dipicu oleh harga tiket yang meningkat sejak Januari 2019 sehingga menyumbang inflasi sebesar 0,03% pada Maret 2019.

Kepala BPS Suhariyanto menilai kondisi tersebut tak wajar. Sebab, harga tiket pesawat umumnya hanya menyumbang inflasi secara musiman seperti hari raya keagamaan (peak season). Namun, di luar dugaan usai musim liburan Natal dan Tahun Baru 2018, andil inflasi angkutan udara ternyata masih berlanjut.

“Ini tidak biasa. Kalau liat pattern tahun lalu angkutan udara memberi andil inflasi hanya di bulan Puasa, Lebaran, Natal, tahun baru. Tapi Januari-Maret 2019 ini masih memberi share sebanyak 0,03 persen,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers, di gedung BPS, Senin (1/4/2019) dikutip dari tirto.id.

Berdasarkan data BPS, andil inflasi angkutan udara sejak November 2018 adalah senilai 0,05 persen. Nilai ini naik menjadi 0,19 persen pada Desember 2018 dan turun kembali menjadi 0,02 persen pada Januari 2019. Namun, bukannya terus melandai, angka itu justru naik menjadi 0,03 persen selama Februari-Maret 2019.

Suhariyanto menduga andil komoditas ini pada inflasi Maret 2019 memiliki kaitan dengan kenaikan tarif angkutan udara. Sebab, selama periode Januari-Maret 2019, terjadi kenaikan yang tidak biasa hingga mengundang keluhan masyarakat.

“Komoditas yang dominan memberi andil pada inflasi adalah tarif angkutan udara. Senilai 0,03 persen. Kita tahu tarif angkutan udara mengalami kenaikan yang enggak biasa selama Januari-Maret,” kata Suhariyanto.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah sependapat dengan Kepala BPS Suhariyanto. Apalagi, kata Piter, sesuai data BPS, harga tiket pesawat memang masih tergolong tinggi.

Piter mengatakan, andil inflasi itu bertahan di level yang cukup tinggi lantaran fluktuasi harga tiket pesawat terjadi setiap bulan. Menurut Piter, meski maskapai tidak menaikkan harga secara bersamaan, tapi karena disusul maskapai lain, maka efek kenaikan tarif yang terus itu terasa sepanjang periode Januari-Maret 2019.

“Kenaikan, kan, terjadi akhir tahun lalu. Setelah dia sempat naik (Desember) harusnya andil kenaikan berikutnya tidak lagi terjadi,” kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Senin (1/4/2019). Hal itu terjadi, kata Piter, karena maskapai Indonesia saat ini belum dapat keluar dari jeratan struktur biaya penerbangan yang tidak efektif. Seperti banyaknya jumlah bandara yang harus dilayani maskapai.

Menurut dia, jika tidak menemukan solusi yang berarti untuk meningkatkan efisiensi, maka tidak mengherankan bila maskapai tetap mempertahankan harga tiket di level yang tinggi pada periode yang cukup lama.

“Selama penerbangan masih tertekan oleh biaya macam-macam ini, selama itu juga penerbangan akan menahan harga di level tinggi. Saya tidak yakin dengan efektivitas pemerintah memaksa penerbangan untuk menurunkan harga,” ucap Piter.

Sebaliknya, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai keanehan dalam andil angkutan udara dalam inflasi Maret ini justru berkaitan dengan dugaan kartel maskapai penerbangan. Sebab selama periode itu, Bhima mendapati adanya kenaikan harga tiket yang tidak wajar lantaran pada akhir Desember 2018, harga avtur dunia mengalami penurunan.

Bhima bahkan berkata kenaikan tarif juga dilakukan secara bersamaan antara maskapai yang ada. Belum lagi, kata Bhima, hal itu diperburuk dengan adanya penerapan tarif bagasi berbayar secara bersama-sama. Di samping itu, Bhima juga mencatat maskapai juga hampir bersamaan menaikkan harga kargo udara pada periode itu. Alhasil, kata Bhima, andil inflasi angkutan udara yang seharusnya menurun di luar peak season, justru meningkat.

“Kami mengendus terjadinya kartel menyebabkan inflasinya ada anomali. Harusnya setelah Desember itu turun dan Juni baru naik lagi wajarnya,” ucap Bhima.

Bhima menambahkan “Pengumuman kenaikan secara serentak. Tidak hanya harga tiket, tapi servis lainnya. Jadi ada kejanggalan yang masuk dalam kartel.

”Selain itu, Bhima mengatakan penurunan tarif yang dijanjikan terjadi pada 13 Januari 2019 maupun ketika Pertamina telah resmi menurunkan harga avtur pada 16 Februari 2019 juga tak menunjukkan adanya perbaikan harga yang signifikan. Sebab, andil inflasi selama Januari-Maret 2019 justru bertahan di angka 0,03 persen.

“Kalau Januari sampai April nanti masih ada andil inflasinya, pemerintah perlu cek. Jangan-jangan memang ada keuntungan yang tidak wajar sedang dinikmati angkutan udara yang besar-besar,” kata Bhima.

 



Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.