BINTUNI,KLIKPAPUA.com– Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Teluk Bintuni resmi memberlakukan tarif administrasi kesehatan sejak 12 Februari 2025.
Kebijakan ini disampaikan melalui surat pemberitahuan Direktur RSUD sebagai tindak lanjut dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi.
Direktur RSUD Teluk Bintuni, dr. Novita Panggau, menjelaskan bahwa tarif tersebut hanya berlaku untuk pemeriksaan administrasi kesehatan, seperti pemeriksaan fisik (medical check-up), pemeriksaan narkoba, dan penerbitan surat keterangan sehat.
“Pemberlakuan tarif ini hanya untuk pemeriksaan administrasi kesehatan. Untuk pemeriksaan pasien sakit tetap gratis karena sudah ditanggung BPJS,” jelas Novita kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
Adapun rincian tarif yang diberlakukan di RSUD Teluk Bintuni adalah:
Surat keterangan sehat (pemeriksaan fisik): Rp20.000
Surat keterangan bebas narkoba (3 parameter): Rp130.000
Surat keterangan bebas narkoba (6 parameter): Rp160.000
Medical Check-Up (MCU): tarif bervariasi sesuai jenis pemeriksaan
Menurut Novita, tarif yang ditetapkan jauh lebih rendah dibandingkan yang tercantum dalam Perda. Berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2023, tarif pemeriksaan fisik mencapai Rp65.000.
Sedangkan pemeriksaan narkoba dihitung per parameter, yakni Marijuana Rp75.000, Amphetamine Rp85.000, Benzodiazepine Rp75.000, Cocain Rp85.000, Methamphetamine Rp75.000, dan Morphine Rp75.000.
“Tarif yang kami tetapkan masih lebih murah dibandingkan tarif dalam Perda maupun di klinik luar. Kami tidak mengambil biaya tambahan, hanya untuk mengganti reagen,” ungkap Novita.
Ia menambahkan, sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), RSUD Teluk Bintuni tetap berkomitmen meningkatkan mutu pelayanan yang efisien dan produktif.
Namun, penetapan tarif ini juga dilakukan agar rumah sakit lebih fleksibel dalam mengelola keuangan.
“Dasar penetapan tarif ini jelas ada, bahkan arahan bupati adalah menyesuaikan dengan Perda. Namun, jika tarif penuh diberlakukan justru akan membebani masyarakat. Jadi untuk sementara kami gunakan tarif yang lebih ringan ini,” tegas dokter spesialis penyakit dalam tersebut.
Melalui kesempatan ini, Novita juga menjawab pertanyaan masyarakat terkait keberadaan tarif tersebut.
Ia menegaskan, kebijakan ini diterapkan sesuai peraturan daerah yang berlaku dan mempertimbangkan mahalnya harga reagen yang dapat membebani anggaran daerah.
“Tarif ini sewaktu-waktu bisa berubah mengikuti regulasi yang berlaku,” pungkasnya. (red)