Rehabilitasi Mangrove di Papua Barat, BRGM Kedepankan Kearifan Lokal

0
MANOKWARI,KLIKPAPU.com—Program pembangunan di Papua, termasuk penyelamatan lingkungan, harus berjalan seiring dengan kebudayaan, adat istiadat di tanah Papua. Harapan ini disampaikan Myrna A. Safitri, Deputi Bidang Edukasi dan Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam kegiatan Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Papua Barat, Kamis (22/7).
Lanjut Myrna mengatakan, pendekatan kebudayaan penting dilakukan, karena masih kentalnya interaksi masyarakat dengan alam. Juga belajar dari pelaksanaan kegiatan restorasi gambut di Papua, keterlibatan kelompok-kelompok adat dan program yang mengedepankan kearifan lokal merupakan kunci keberhasilan kegiatan yang dilakukan pada periode sebelumnya, Badan Restorasi Gambut. “Pendekatan ini juga akan kita terapkan pada saat merehabilitasi mangrove di Papua Barat,” tambah Myrna pada kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan secara virtual ini.
Papua Barat merupakan satu dari 9 provinsi target rehabilitasi Mangrove BRGM, sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 120 Tahun 2020. Rehabilitasi mangrove di Papua Barat akan dilakukan bersama Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Remu Ransiki.
Luas areal mangrove di Papua Barat dengan status mangrove kritis adalah 32.643 hektare. Mangrove kritis ini juga menjadi target indikatif rehabilitasi mangrove di Papua Barat sampai tahun 2024.  Tahun ini, target rehabilitasi mangrove di Papua Barat adalah 1.500 ha.
Kegiatan rehabilitasi mangrove BRGM menggunakan pendekatan padat karya melalui penanaman bibit mangrove. Pola tanam yang ditawarkan berupa tanam murni pada areal rusak total, silvofishery, pengkayaan dan rumpun berjarak.  Kegiatan penanaman bibit mangrove BRGM dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Sejauh ini, telah dilakukan penanaman bibit mangrove seluas 271,67 ha dari target tahunan yang direncanakan.
Adapun tantangan jangka panjang rehabilitasi mangrove adalah pengintegrasian program rehabilitasi mangrove kedalam kebijakan pembangunan pemerintah daerah, termasuk pemerintah kampung.  “Upaya pengintegrasian perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di tingkat kampung, akan dilakukan dengan pembangunan Desa Mandiri Peduli Mangrove,” tutur Myrna.
Meskipun demikian, upaya rehabiltasi mangrove di Papua Barat dipandang masih perlu dukungan dan kolaborasi yang baik dari pemerintah daerah, unit pelaksana teknis, dinas, lembaga swadaya masyarakat, universitas dan masyarakat. “Mari bersama kita pulihkan dan jaga ekosistem mangrove Papua Barat,” ajak Myrna pada saat membuka  kegiatan sosialiasi yang dihadiri oleh perwakilan BPDASHL Remu Ransiki, Komisi IV DPR-RI, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi, Organisasi Perangkat Daerah, LSM dan universitas.(rls/aa)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.