MANOKWARI, KLIKPAPUA.com- Asosiasi Kontraktor Orang Asli Papua (OAP) yang tergabung dalam solidaritas Kontraktor OAP meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat mengevaluasi kebijakan tender paket proyek penunjukan langsung dan reguler agar berpihak kepada putra-putri daerah.
Kebijakan dimaksud yakni, paket penunjukan langsung dan reguler sebesar 70 persen dialokasikan untuk Asosiasi Kontraktor OAP dan 30 persen non OAP.
Hal ini dikatakan Jack Wanggai, Kordinator Solidaritas Kontraktor OAP didampingi Boy baransano ketua BPD Kamar Adat Pengusaha Papua, Yan Soindemi Ketua Asosiasi Kontraktor OAP, Markus Yenu Pemerhati HAM dan Demokrasi, Asosiasi Papua Rumah Nusantara, dan Perkumpulan pengusaha muda Papua Barat pada, Selasa (21/3/2023) di Manokwari.
“Kami akan melakukan audiens dengan para pimpinan Balai jalan dan jembatan, balai wilayah sungai, balai perumahan, balai jasa konstruksi dan balai lelang. Untuk pembangunan paket konstruksi di Papua Barat harus ada pembagian yang adil dengan melibatkan kontraktor OAP, dimana 70 persen untuk OAP dan 30 persen untuk non OAP,” ujarnya.
Dikatakannya bahwa, aturan nasional kalau dijalankan di wilayah khusus harus ada hal khusus yang diperhatikan oleh para pimpinan balai di daerah ini, agar kedepan mendudukkan hak-hak kontraktor OAP.
Menurutnya, selama ini lelang paket penunjukan langsung maupun paket reguler dinilai tidak memihak kepada kontraktor Papua, dimana kontraktor Papua tidak pernah memenangkan tender.
“Tentu ini selain menimbulkan kecemburuan orang asli Papua juga pertumbuhan ekonomi di daerah ini tidak berputar,” bebernya.
Ditambahakan Boy Baransano, ketua BPD Kamar Adat Pengusaha Papua memandang bahwa, keberpihakan Pemerintah terhadap kearifan lokal belum sepenuhnya menjalankan kebutuhan pembangunan dengan melibatkan pengusaha Papua.
“Pembangunan di daerah ini belum sepenuhnya melibatkan kontraktor OAP, dalam menjawab kebutuhan pembangunan di daerah ini,” ujarnya.
Senada Yan Soindemi, Ketua Asosiasi Kontraktor OAP bahwa, Regulasi pemerintah pusat sudah jelas berpihak dan mengistimewakan untuk kontraktor orang asli Papua. Namun, kebijakan di daerah tidak sesuai regulasi yang tertuang pada Perpres 17 maupun Inpres 9. (dra)