MANOKWARI,KLIKPAPUA.COM– Meskipun suasana pandemic Covid-19, tidak menyurutkan permintaan kakao ke Papua Barat, khususnya Kabupaten Manokwari Selatan. Eksport kakao ke Makassar dan Bali bahkan ke luar negeri permintaan yang cukup besar. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Papua Barat, Yacob S. Fonataba ketika ditemui di Mansinam Beach, Selasa (15/9/2020).
Menurutnya, kakao masuk dalam komoditi perkebunan yang menjadi unggulan Papua Barat. Ada empat komoditi perkebunan yakni kakao, kopi, pala dan sagu. “Dengan adanya kebijakan Gubernur Papua Barat, maka kakao bisa sampai keluar negeri, khususnya untuk produk biji kakao premium yang dihasilkan dari Kabupaten Manokwari Selatan, khususnya di Ransiki, ” ungkap Yacob.
Menurut Yacob, Kabupaten Manokwari Selatan khususnya di Ransiki sebelum pandemi Covid-19 memiliki potensi 1.000 hektar lebih, yang sudah ada unggulannya, tetapi sekarang lahan yang intensif produksi hanya 200 hektar saja, yang dikelolah oleh koperasi.
“Pada tahun 2020 kita mendapatkan program APBN dengan luas lahan 100 hektar Kemudian dari APBD dengan adanya kebijakan Gubernur Papua Barat, maka ada lahan seluas 100 hektar, namun dengan adanya pandemic Covid-19 ada refocusing APBN terpotong tinggal 40 hektar APBD, juga 40 hektar, dan yang dipakai untuk rehabilitasi maupun pengembangan, ” ungkapnya.
Sehingga tinggal 80 hektar, itu akan dilakukan untuk pengembangan tahun berikutnya, karena untuk 80 hektar itu belum tentu sudah bisa produksi, namun untuk 80 jika menggunakan bibit varietas unggulan, maka dua tahun kemudian sudah bisa direhabilitasi.
Ditambahkan Yacob, hingga saat ini lahan yang masih memproduksi itu ada 200 hektar untuk memenuhi eksport ke Belgia, Belanda dan Inggris, tetapi melalui Surabaya. “Kemudian kalau untuk Pipiltin di Jakarta, terus ada dari Makassar dan Bali yang melakukan permintaan,” tuturnya.
Lebih lanjut Yacob menyampaikan untuk permintaan kakao cukup tinggi dari Pipiltin sebanyak 500 ton tiap bulannya, kemudian yang dari luar negeri 6 ton. Sedangkan untuk hasil dari lahan seluas 200 hektar ini perbulannya menghasilkan 4 ton kakao.
“Kita berharap akan meningkatkan hasil produksinya akan ditingkatkan, sehingga akan menambah perekonomian masyarakat, tetapi juga Provinsi Papua Barat. Selain itu kita juga kita mendapatkan bantuan alat dari Bank Indonesia berupa alat pengelolah bukan saja jadi biji kering kakao, tetapi sampai ke milk dan folder bahan yang dijadikan coklat, dan nilainya cukup memberikan dampak ekonomi untuk masyarakat, ” terangnya. (aa)