NEGARA Indonesia adalah negara besar yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Membangun negara ini bukanlah hal yang mudah. Pendidikan dan kesehatan menjadi kunci utama dalam membangun SDM negeri ini. Khusus dalam bidang pendidikan, Pemerintah telah mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 20% untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 4 dan di pertegas melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Angka 20% ini sangat strategis jika dimanfaatkan secara maksimal atau efisien. Apalagi sejak pemerintahan Prabowo Subianto lagi tren istilah efisiensi.
Melalui artikel opini ini saya ingin mengajak kita fokus pada pendidikan khususnya terkait dana Biaya Operasional Sekolah atau sering dikenal dengan istilah dana BOS. Awal mula dana BOS ini mulai dijalankan oleh pemerintah pada tahun 2005. Tujuannya adalah untuk membebaskan biaya atau pungutan operasional bagi jenjang SD dan SMP serta meringankan biaya operasional sekolah swasta. Hal ini untuk mewujudkan wajib belajar 9 tahun. Seiring berjalannya waktu dana BOS mulai menyentuh jenjang SMA pada tahun 2013. Awalnya dana bos itu disalurkan dari pusat ke pemerintah daerah kemudian pemerintah daerah mengirimkan ke sekolah-sekolah. Namun sejak tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2020 dan dipertegas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 dana BOS langsung dikirim ke rekening sekolah. Upaya-upaya in adalah langkah yang baik dari pemerintah dalam mengevaluasi pengelolaan dana BOS agar lebih baik, efisien dan dapat sampai di sekolah tepat waktu tanpa melalui beberapa lompatan.
Dana BOS sejak rilis 20 tahun yang lalu sampai saat ini nilainya dihitung flat berdasarkan jumlah siswa. Besaran dana BOS ini diatur dalam peraturan menteri tahun berjalan dan berbeda – beda nilainya setiap jenjang. Misalnya untuk tahun 2025 berdasarkan Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 besaran dana BOS ditetapkan; SD Rp940.000, SMP Rp1.160.000, SMA Rp1.500.000. Nilai tersebut hanya perkiraan umum saja karena disebutkan bahwa besaran alokasi Dana BOS Reguler dihitung berdasarkan besaran satuan biaya pada masing-masing daerah dikalikan dengan jumlah peserta didik. Hal ini tertuang dalam Pasal 22 Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025. Besaran satuan biaya per daerah ini tidak bersifat seragam secara nasional. Besaran biaya per daerah ditetapkan oleh Keputusan Menteri dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi geografis, biaya hidup, dan kebutuhan operasional pendidikan di masing-masing wilayah.
Dana BOS yang kita bahas ini adalah dana bos untuk sekolah-sekolah umum atau anggaplah sekolah reguler. Nah bagaimana dengan sekolah berpola asrama atau boarding school? Sekolah berasrama sampai hari ini juga menerima dana BOS yang sama dengan sekolah umum artinya nilai besaran dana BOS yang diterima sama padahal jelas sekolahnya sangat berbeda. Kita lihat saja untuk jenjang SMA umum misalnya dana BOS digunakan untuk membiayai operasional sekolah atau kegiatan pembelajaran hanya untuk pagi sampai siang atau sore sekitar 8 jam sehari. Dana BOS ini bahkan bisa dikatakan belum cukup untuk sekolah SMA umum sehingga masih banyak sekolah yang menerima sumbangan komite untuk menunjang operasionalnya. Berdasarkan data dari website resmi Kemendikdasmen tahun 2018 disebutkan bahwa ada 934 sekolah SMA berasrama di Indonesia. Jika di persentasekan mencapai 7% dan total sekolah. 13.776 sekolah SMA. tentunya 934 ini terus bertambah dan tidak boleh diabaikan begitu saja sehingga dibiarkan hanya menerima dana BOS yang sama dengan sekolah umum.
Mengapa sekolah berasrama perlu dibedakan dalam hal pemberian dana BOS oleh pemerintah? Tadi sudah dijelaskan bahwa sekolah umum beroperasi hanya sekitar 8 jam sehari. Sedangkan sekolah berasrama itu bisa dikatakan beroperasi selama 24 jam. Sekolah berasrama bebannya 3 kali lebih berat daripada sekolah umum. Sekolah berasrama perlu membiayai makan dan minum peserta didik, pembiayaan asrama tempat tinggal seperti biaya listrik dan air, serta biaya tenaga guru dan karyawan yang harus bekerja siang dan malam. Sekolah asrama juga memerlukan biaya besar dalam pelayanan kesehatan untuk peserta didik karena harus ada unit layanan kesehatan maupun tenaga kesehatan yang siaga. Di lingkungan sekolah. Sampai saat ini belum regulasi yang mengatur hal tersebut baik Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Jika melihat visi Presiden Prabowo Subianto, maka kita pasti tahun saat ini lagi gencar membangun Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat. Kedua sekolah ini adalah sekolah berasrama. Sekolah Garuda di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi sedangkan Sekolah Rakyat di bawah naungan Kementerian Sosial. Kedua sekolah ini tentunya sudah aman dalam hal pembiayaan karena langsung menjadi program prioritas Presiden. Melihat hal ini artinya kita sadar bahwa Presiden sangat mendukung pendidikan terutama dalam membangun sekolah berasrama. Maka dari itu sekolah-sekolah berasrama yang sudah eksisting lama dan selama ini memegang peran penting dalam membangun karakter generasi bangsa perlu di perhatikan. Kemajuan pendidikan menuju generasi emas tidak akan lepas dari kontribusi sekolah-sekolah berasrama ini yang sudah jauh lebih dulu beroperasi. Atas dasar ini sebagai penulis berharap pemerintah segera menyusun regulasi untuk memberikan kekhususan terutama dalam menentukan besaran nilai dana BOS untuk sekolah berasrama. Ini juga bisa menjadi bahan refleksi bagi pemerintah dan semua pihak 20 tahun dana BOS sejak diluncurkan pada tahun 2005. Hal ini tidak bisa lagi ditunda untuk mempercepat pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia menuju generasi emas 2045.
Penulis
Letda KC. Jamaluddin, S.Pd., M.Pd., Gr. Guru di SMAN Taruna Kasuari Nusantara Papua Barat. Perwira Komponen Cadangan Pertahanan Negara





















