Kemendagri bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Suarakan Pencegahan Politik Uang

0
JAKARTA,KLIKPAPUA.com– Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyuarakan hal yang sama ihwal pencegahan politik uang. Hal itu sebagaimana diungkap dalam webinar Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Media dengan tema “Politik Uang: Potensi, Pencegahan, dan Penindakan”, Kamis (9/2/2023).
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo selaku narasumber dalam webinar itu mengatakan, politik uang merupakan semua tindakan yang disengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya memilih calon tertentu pada saat Pemilu ataupun tidak menjalankan haknya untuk tidak memilih. Politik uang umumnya dilakukan untuk menarik simpati para pemilih dalam menentukan hak suaranya di Pemilu.
“Tentunya ini akan berimplikasi pada penyelenggaraan pemerintahan yang lahir dalam proses Pemilu,” terangnya.
Hal inilah yang menjadi tantangan dalam Pemilu Serentak Tahun 2024. Pada tahun yang sama, masyarakat Indonesia akan menggelar Pemilu dengan kontestan yang cukup besar untuk memperebutkan kursi jabatan, baik presiden/wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Darah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sementara itu, narasumber lainnya Anggota KPU tahun 2022-2027 M. Afifuddin menjelaskan, wacana politik uang selalu muncul setiap penyelenggaraan Pemilu dan menjadi musuh utama demokrasi. Hal ini juga menjadi momok bagi pemilih, penyelenggara, dan peserta Pemilu.
Dia menyebut beberapa dampak politik uang dalam Pemilu, seperti pemilih kehilangan kedaulatannya, penyelenggara melanggar prinsip integritas, peserta Pemilu jadi tidak berintegritas, serta Pemilu tidak berjalan secara free and fair election.
“Praktik politik uang ini biasa menjadi kerawanan tersendiri. Menghambat kebebasan dan kerahasiaan pemilih karena didorong oleh semangat finansial dan menjadi situasi yang menakutkan bagi penyelenggaraan Pemilu yang baik,” katanya.
Padahal menurutnya, Pemilu merupakan musyawarah besar untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan memimpin lima tahun ke depan. Selain itu, Pemilu merupakan kontestasi perebutan kursi dan menjadi arena konflik yang sah dan dilegalkan untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan. Kemudian, Pemilu juga menjadi sarana integrasi bangsa, bukan sarana memecah belah bangsa. “Dari proses itu kita berharap adanya pemimpin-pemimpin yang terpilih secara baik, secara berintegritas,” ujarnya
Di sisi lain, narasumber Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu Bawaslu Yusti Erlinayusti mengatakan, di dalam norma Undang-Undang (UU) seperti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tindakan yang dilarang dan dianggap sebagai kejahatan yaitu mahar politik dan politik uang. Sementara sumbangan dana kampanye dibolehkan, meskipun terdapat batasan jumlah dan pihak-pihak yang menyumbang.
Lebih lanjut, bahaya dari politik uang adalah ongkos biaya politik yang tinggi. Biaya yang tinggi tersebut mengakibatkan terjadinya korupsi. Menurut Robbin Hodess dalam Global Corruption Report 2004: Political Corruption mendefinisikan korupsi politik sebagai penyelewengan kekuasaan yang dilakukan politisi untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan tujuan meningkatkan kekuasaan atau kekayaan.
Dirinya menyebut beberapa modus politik uang seperti uang tunai, paket sembako, kupon belanja, uang sedekah, uang ganti, doorprize, sumbangan pembangunan, hingga pemberian token listrik.
“Hal-hal yang perlu diciptakan adalah penguatan masyarakat sipil melalui pendidikan politik dan pengorganisasian dengan tujuan menciptakan kekuatan politik alternatif selain partai politik. Dan mendorong demokratisasi partai politik, mulai dari transparansi keuangan partai politik, desentralisasi, dan rekrutmen secara terbuka,” tandasnya. (rls)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.