JAKARTA,KLIKPAPUA.com— Pemerintah terus mencari solusi terbaik bagi nasib calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang akan berangkat ke berbagai negara. Apalagi CPMI maupun PMI menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil kerja keras KSP dan pemerintah mulai membuahkan hasil dengan dibukanya kembali pintu-pintu negara penempatan bagi para pekerja migran Indonesia seperti Taiwan dan beberapa negara lainnya.
“Pembukaan kembali Taiwan merupakan bukti nyata kerja keras pemerintah terutama peran KSP dalam memperhatikan nasib para pekerja migran. Negara benar-benar hadir dalam melindungi hak warga negaranya. Saya sangat berterima kasih,” ujar Novlin salah satu CPMI yang awal bulan November lalu bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan dan berkeluh kesah tentang sulitnya berangkat ke negara penempatan.
Novlin adalah CPMI asal Poso, yang sudah menunggu keberangkatan ke luar negeri sejak Maret 2021, tapi sampai sekarang belum ada kepastian. Padahal para pekerja migran tersebut sudah memiliki sertifikat vaksin sesuai yang dipersyaratkan. Akhirnya Novi bersama beberapa pekerja migran menemui Kepala Staf Kepresidenan untuk mengadukan nasibnya.
Mendengar hal tersebut, KSP bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan berkolaborasi mencarikan solusi pada permasalahan tersebut hingga akhirnya negara penempatan mau kembali membuka pintunya bagi pekerja migran Indonesia.
Sertifikat vaksin merupakan salah satu isu yang terus dikawal oleh KSP. Bahkan Kepala Staf Kepresidenan memberikan perhatian khusus terkait penyelesaian isu ini. Untuk itu, Kantor Staf Presiden (KSP) kembali menggelar Rapat Koordinasi bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Tenaga Kerja, secara daring dari Jakarta. Rakor kali ini membahas bagaimana sertifikasi vaksin bagi para CPMI/PMI.
“Presiden Joko Widodo meminta agar para CPMI/PMI mendapat fasilitas untuk berangkat ke negara tujuan penempatan, karena akan sangat berdampak untuk membantu agenda ekonomi,” ujar Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan.
Abetnego menjelaskan, selama ini Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh CPMI ketika ingin berangkat ke negara penempatan. Mulai dari tidak terbacanya QR Code pada aplikasi PeduliLindungi, hingga jenis vaksin CPMI tidak sesuai atau tidak diakui oleh pemerintah negara tujuan penempatan.
Merespon pernyataan Abetnego, perwakilan Kemenaker Yusuf Setiawan memaparkan, negara penempatan yang masih terkendala adalah Kuwait, negara tersebut tidak menerima CPMI bagi yang memiliki jenis vaksin Sinovac. Hingga akhirnya keberangkatan dan penempatan 176 CPMI/PMI ke Kuwait tertunda.
Sementara itu, beberapa negara menyaratkan para CPMI/PMI memerlukan booster dengan vaksin sinovac. Korea Selatan, Kuwait, Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab menyarankan CPMI untuk melakukan vaksin ulang, sedangkan untuk Qatar belum ada informasi resmi dari Pemerintah Qatar terkait booster.
“Di Indonesia sendiri, keinginan untuk booster baru direncanakan pada tahun 2022, dengan skema berbayar terkecuali untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak perlu membayar apabila memerlukan booster,” ungkap Yusuf.
Adapun Dit. Binapenta Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Kemenaker Edo menyampaikan, aplikasi PeduliLindungi hanya mencantumkan NIK belum mencantumkan nomor passport pada sertifikat vaksin. Kemudian pengembangan QR Code selanjutnya akan dilakukan pembahasan terkait pengembangan teknis, agar nantinya dapat terbaca oleh negara penempatan CPMI/PMI.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf mengatakan, nomor passport belum dapat digenerate ke dalam sertifikat vaksin pada aplikasi PeduliLindungi, sehingga membutuhkan waktu untuk dapat mengentry nomor passport tersebut.
Anas pun memaparkan beberapa opsi untuk interoperabilitas dan rekognisi vaksin Indonesia di negara lain. Pertama, verifikasi manual di setiap negara menalui masing-masing kedutaan seperti melalui vaksin.dto.kemkes.go.id.
Kedua, verifikasi antar sistem dengan interoperabilitas yang aman. Ada juga opsi verifikasi melalui contoh standar hub: DIVOC (WHO), EU Standard. “Sehingga sertifikat vaksin Indonesia dapat dihubungkan dengan standar DIVOC. Opsi ini masih dalam proses dan diupayakan akan selesai pada bulan depan,” ungkap Anas.(rls)