Inflasi 2,37 Persen, Mendagri Minta Pemda Waspada Kenaikan Harga Pangan

0

JAKARTA,KLIKPAPUA.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk mewaspadai kenaikan harga pangan, khususnya komoditas primer yang berpotensi memicu inflasi.

Hal tersebut disampaikannya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Pembahasan Percepatan Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi, Evaluasi Dukungan Pemerintah Daerah dalam Program 3 Juta Rumah, Sosialisasi Surat Edaran Bersama tentang Percepatan Pembentukan Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) pada Pemerintah Daerah, dan Fasilitasi Sertifikasi Halal Tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (11/8/2025).

Mendagri memaparkan, inflasi nasional pada Juli 2025 secara year on year (yoy) tercatat sebesar 2,37 persen, dengan inflasi bulanan 0,3 persen. Angka ini naik dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 1,87 persen, namun masih berada dalam kisaran ideal antara 1,5 hingga 3,5 persen.

“Paling rendah 1,5, paling tinggi 3,5 itu yang ideal. Ideal bagi menyenangkan produsen, petani, nelayan, pabrik-pabrik, menyenangkan juga konsumen, masyarakat umum,” ujarnya.

Kenaikan inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami inflasi 3,75 persen, dengan andil terbesar sebesar 1,08 persen. Beberapa komoditas yang menjadi perhatian antara lain beras, bawang merah, cabai merah, dan telur ayam ras.

“Artinya, kita harus hati-hati, bahwa makanan minuman menyumbang andil kenaikan inflasi [cukup signifikan], dari 1,87 persen ke angka 2,37 persen,” tegasnya.

Mendagri menambahkan, Kemendagri memiliki desk khusus yang memantau laporan pengendalian inflasi daerah melalui jalur inspektorat. Beberapa daerah telah melaksanakan langkah pengendalian, namun ada pula yang belum mengambil tindakan.

“Kalau belum dilakukan apa-apa ya kita akan turun ke sana,” ujar Mendagri.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti kondisi pertumbuhan ekonomi daerah. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama untuk menilai kemajuan suatu wilayah. “Kalau minus kemunduran, kalau dia plus kemajuan,” jelasnya.

Ia menyebut, Provinsi Maluku Utara (Malut) mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 32 persen, diikuti Provinsi Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bali. Sebaliknya, Provinsi Papua Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Papua Barat mencatat pertumbuhan ekonominya minus.

Pada tingkat kabupaten, pertumbuhan tertinggi terjadi di Penajam Paser Utara, Teluk Bintuni, dan Halmahera Selatan. Sementara itu, beberapa daerah tercatat pertumbuhan ekonominya minus, seperti Kota Bontang minus 2,51 persen, Kota Pangkal Pinang minus 2,3 persen, Kabupaten Kepulauan Anambas minus 5,67 persen, dan Kabupaten Natuna minus 3,57 persen.

“Kita memiliki semua datanya lengkap dan yang minus pun kita tahu, kabupaten-kabupatennya, termasuk kota-kotanya,” ujar Mendagri.

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Kemendagri telah merumuskan sembilan langkah yang dapat diadopsi oleh Pemda. Langkah-langkah tersebut juga dapat dilaporkan melalui laman kendaliekonomi.kemendagri.go.id.

“Ada sejumlah daerah yang sudah melapor, ada yang belum. Nah, ada sembilan langkah yang sudah dirumuskan bersama dengan Ibu Wini dari BPS, tujuannya supaya rekan-rekan di lapangan sudah ngerjakan aja yang sembilan itu,” jelasnya.

Sebagai informasi, Rakor tersebut dihadiri oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Rachmad Wibowo, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nita Yulianis, serta sejumlah pejabat terkait lainnya.(rls)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses