BI Prediksi Ekonomi Papua Barat Tumbuh Lebih Lambat di Tahun 2025

0
Setian, Kepala Kantor Perwakilan BI Papua Barat saat menyampaikan perkembangan ekonomi daerah dalam PTBI 2024. (Foto: Elyas/klikpapua)

MANOKWARI,KLIKPAPUA.com- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua Barat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada tahun 2025 berada di kisaran 5,1 hingga 5,9 persen.

Kepala Kantor Perwakilan BI Papua Barat, Setian, menyebutkan pertumbuhan tersebut menunjukkan perlambatan dibandingkan tahun 2024 yang mencatat pertumbuhan impresif, yakni di kisaran 14,5 hingga 14,7 persen (yoy). 

“ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2024. Pada 2025, kami memperkirakan akan terjadi normalisasi di sektor industri pengolahan, khususnya pada kegiatan produksi BP Tangguh,” jelas Setian, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Hotel Aston Niu Manokwari, Selasa (3/12/2024).

Meski demikian, investasi diproyeksikan tetap tumbuh, terutama terkait ekspansi BP Tangguh dalam mendukung ekonomi hijau. 

“BP Tangguh akan melakukan investasi yang mencakup pengelolaan karbon sebagai bagian dari inisiatif ekonomi hijau,” tambahnya.

Selain itu, Setian menyampaikan berakhirnya Pilkada 2024 juga diperkirakan mendorong investor untuk kembali beraktivitas setelah menerapkan strategi “wait and see” selama proses pemilihan berlangsung.

Namun, konsumsi rumah tangga diprediksi mengalami perlambatan pada 2025. “Kami memperkirakan konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Proyeksi ini turut dipengaruhi sejumlah faktor, seperti penurunan daya saing produk LNG Tangguh serta berbagai tantangan lainnya.

BI juga memperkirakan tingkat inflasi Papua Barat pada tahun 2024 mencapai 2,5±1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2023 yang tercatat sebesar 2,39 persen.

“Prospek inflasi di Papua Barat dan Papua Barat Daya pada 2024 diperkirakan masih berada dibawah 3,5 persen,” kata Setian.

Beberapa faktor yang mempengaruhi inflasi antara lain kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, ketidakpastian global, fluktuasi harga minyak dan emas, serta risiko cuaca ekstrem yang memengaruhi rantai pasok barang impor.

“Perubahan ini akan berdampak pada distribusi barang impor, termasuk bahan-bahan pangan yang kita andalkan,” jelasnya.

Selain itu, program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis juga disebut berkontribusi pada peningkatan permintaan pangan, yang dapat mempengaruhi inflasi komoditas. 

“Program ini akan mendorong lonjakan kebutuhan pangan, baik dari produksi lokal maupun pasokan yang didatangkan dari luar,” tambah Setian. (dra)


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.