JAKARTA,KLIKPAPUA.com– Energi fosil terutama migas dipastikan tetap menjadi prioritas energi yang digunakan oleh masyarakat global, termasuk di Indonesia. Tuntutan keberlanjutan lingkungan melalui pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan produksi maupun penggunaan migas justru dianggap sebagai peluang bisnis baru serta mampu memberikan multiplier effect di berbagai sektor.
M Burhannudinnur, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), mengungkapkan jika melihat dari proyeksi kebutuhan migas dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) serta target produksi migas nasional 2030, salah satu strateginya adalah menemukan cadangan dalam jumlah besar (giant discovery). Hingga Mei 2023, dalam data Kementerian ESDM, jumlah cadangan minyak yang siap diproduksi di Indonesia sebesar 4,17 miliar barel. Sementara untuk cadangan gas mencapai 54,83 Triliun Cubic Feet (TCF).
Untuk mencapai target tersebut, IAGI mengusulkan agar revisi Undang-Undang No 22 Tahun 2001 dapat segera diputuskan. “Selain itu, unsur pemerintah utamanya di Kementerian ESDM sebaiknya mulai mendigitalisasi perizinan, penyediaan data migas,” ungkap Burhannudinnur dalam sesi diskusi Association Presentation dengan tema ““Oil and Gas Industry as the Catalyst for Energy Just Transition in Indonesia” di hari ke 3 pelaksanaan Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition (Convex) 2023 di ICE BSD, Kamis (27/7) siang.
Inge Sondaryani, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), menyoroti tantangan saat ini bukan hanya sebatas produksi migas, melainkan juga menekankan penurunan emisi karbon. Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) / Carbon Capture Storage and Utilization (CCUS) memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor migas dan sektor lainnya. IATMI mengakui bahwa mencapai transisi energi yang adil dalam konsep “just transition” memerlukan penggabungan aspek teknologi dengan aspek manusia yang krusial dalam proses transisi energi. IATMI meyakini bahwa inklusivitas dalam transisi energi harus mencakup aspek manusia yang berperan sebagai pelaku utama dalam proses tersebut. Dengan demikian, peran asosiasi profesional menjadi penting untuk memastikan tercapainya transisi energi yang adil dengan menggabungkan dua pendorong utama, yaitu penguasaan teknologi dan inklusivitas bagi para pelaku utama transisi energi dalam kerangka penguatan triple-helix: industri, perguruan tinggi dan asosiasi profesional.
Taufik Aditiyawarman, Ketua Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Migas Indonesia (IAFMI), menilai semua pihak telah sepakat untuk mencari cara terbaik dalam menekan emisi di industri hulu dan hilir migas. Ada tiga langkah strategis yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha Migas dalam menekan emisi, yaitu efisiensi energi, inisiatif bisnis energi hijau (rendah emisi), dan program Nature Based-Solution (NBS).
“Dua langkah strategis pertama dapat diimplementasikan dengan dampak lebih cepat karena masih dalam jangkauan kendali manajemen perusahaan Migas, dibandingkan strategi NBS yang melibatkan banyak pihak di luar pelaku industri. Dengan catatan bahwa implementasi kedua langkah strategis tersebut membutuhkan teknologi dan komitmen investasi yang cukup besar, ujar Taufik.
Randy Condronegoro, Presiden Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), menuturkan untuk mengejar target yang belum tercapai, tantangan yang ada sebetulnya semakin kompleks, kebutuhan atas investasi migas yang massif ditambah era industri 4.0 yang menuntut kecepatan dalam adaptasi, regenerasi yang sempat terdampak akibat melambatnya industri migas, disertai saat ini kepentingan untuk mendukung CCS / CCUS yang tidak bisa dipungkiri adalah teknologi yang kompleks dan membutuhkan pemahaman terintegrasi. Dukungan semua pihak diperlukan untuk menghadapi permasalahan tersebut diatas.
Salah satu solusi untuk menjawab tantangan diatas adalah penyediaan data subsurface yang lengkap dengan infrastruktur yang optimum untuk mendukung peningkatan kegiatan Eksplorasi Migas serta CCS/CCUS. Data G&G sebaiknya dimanfaatkan seoptimal mungkin, selain untuk sisi Industri yang bersifat komersial, data G&G tersebut bisa dibuka untuk publik agar dapat mendorong diskusi dan penelitian terkait hal hal yang menjadi fokus bersama untuk dikembangkan. Semangat ini sejalan dengan kolaborasi bersama institusi pendidikan yang terus melakukan riset sehingga regenerasi penelitian dapat berkelanjutan dengan harapan meningkatnya efisiensi dan memberikan manfaat serta nilai tambah bagi investor.
“Kemudahan-kemudahan bagi para calon investor harus selalu ditingkatkan. Investor akan semakin selektif dalam berinvestasi dan melihat ‘value for money’ dari setiap kegiatan yang dilakukan,” ungkap Randy. (rls)