
MANOKWARI,KLIKPAPUA.com- Senator asal Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, mengusulkan pembukaan kembali kerja sama pendidikan berbasis yayasan di Tanah Papua sebagai langkah strategis untuk memperkuat kualitas pendidikan di wilayah tersebut.
Usulan itu disampaikan Filep saat menghadiri puncak perayaan Satu Abad I.S. Kijne di Kabupaten Teluk Wondama, Sabtu (25/10/2025).
Filep mengatakan, pemerintah perlu melibatkan kembali lembaga misionaris dan yayasan pendidikan berbasis gereja dalam pengelolaan pendidikan di Papua.
Ia menilai, lembaga-lembaga tersebut memiliki sejarah panjang dalam membangun peradaban dan mencetak tenaga pendidik di Tanah Papua.
“Saya berkomitmen untuk mendorong pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Presiden RI guna membahas pembukaan kembali kerja sama pendidikan berbasis yayasan di Papua,” ujar Filep.
Menurutnya, dana otonomi khusus (Otsus) dan APBD daerah tidak cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan pendidikan, terutama di wilayah pedalaman yang masih kekurangan guru dan sarana belajar.
Karena itu, perlu dibuka kembali ruang kerja sama dengan lembaga misionaris dan pihak luar negeri yang memiliki hubungan historis dengan Papua.
“Kalau kita berharap hanya dari APBD dan dana Otsus, itu tidak akan cukup. Kita perlu membuka ruang bagi donatur asing, khususnya yang memiliki hubungan historis dan keagamaan dengan Papua, untuk ikut membantu membangun pendidikan di sini,” jelasnya.
Filep menjelaskan, bantuan tersebut tidak harus berbentuk dana, tetapi juga dapat berupa beasiswa untuk calon guru serta dukungan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah terpencil.
Senator dari Komite III DPD RI itu juga menyoroti pentingnya menghidupkan kembali Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) dan yayasan-yayasan misionaris lainnya yang menjadi warisan dari tokoh pendidikan dan misionaris Belanda, I.S. Kijne.
“Kalau YPK dan yayasan misionaris mati suri, itu berarti kegagalan kita. Pemerintah harus membuka ruang kerja sama dan memberikan kesempatan bagi pihak luar untuk kembali berkontribusi,” tegasnya.
Filep menambahkan, konsep pendidikan yang pernah diterapkan oleh I.S. Kijne di masa lampau, seperti sistem pendidikan pola asrama, masih relevan untuk menjawab tantangan pendidikan Papua saat ini.
“Jika kita membutuhkan guru, maka bangunlah perguruan tinggi berbasis guru. Mahasiswa direkrut dari seluruh kabupaten/kota di Tanah Papua, dan mereka harus benar-benar terpanggil untuk mengabdi sebagai guru,” kata Filep.
Ia juga menyoroti berbagai persoalan di lapangan, seperti sekolah tanpa guru, rendahnya minat baca, dan sulitnya pengawasan pendidikan di daerah pedalaman.
Menurutnya, pemerintah harus menata ulang sistem pendidikan dengan fokus pada pendidikan dasar sebagai fondasi utama.
“Bayangkan, seratus tahun setelah I.S. Kijne, masih ada anak-anak Papua lulusan SMA yang belum bisa membaca. Itu artinya kita belum menjawab persoalan utama pendidikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Filep menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagaimana diajarkan I.S. Kijne pendidikan yang menumbuhkan kasih, pelayanan, serta pemanfaatan potensi lokal sebagai dasar membangun manusia Papua yang berdaya dan beriman. (dra)




















