MANOKWARI,KLIKPAPUA.com– Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat mencatat, Provinsi Papua Barat mengalami deflasi sebesar 0,19 persen pada Oktober 2025. Sementara itu, Papua Barat Daya juga mencatat deflasi sebesar 0,08 persen pada periode yang sama.
Data ini disampaikan Kepala BPS Papua Barat, Merry, dalam rilis resmi Indeks Harga Konsumen (IHK) di Aula BPS Papua Barat, Selasa (3/11/2025).
Meski mengalami deflasi secara bulanan (month to month/m-to-m), kedua provinsi ini masih mencatat inflasi secara tahunan (year on year/y-on-y).
Inflasi Papua Barat tercatat sebesar 1,42 persen, sementara Papua Barat Daya sebesar 1,36 persen.
“Deflasi bulan Oktober disebabkan oleh penurunan harga pada sejumlah komoditas pangan. Namun secara tahunan, inflasi tetap terjadi karena harga beberapa kebutuhan pokok seperti beras dan ikan masih lebih tinggi dibanding tahun lalu,” jelas Merry.
Di Papua Barat, deflasi terbesar berasal dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil 0,31 persen. Komoditas yang paling berpengaruh antara lain bawang merah, daging ayam ras, ikan tuna, bayam, dan tomat.
Kondisi serupa terjadi di Papua Barat Daya. Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang utama deflasi dengan andil 0,09 persen.
Komoditas yang mengalami penurunan harga meliputi ikan kembung, cabai rawit, bawang merah, tomat, dan ikan cakalang.
Secara tahunan, kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau masih menjadi penyumbang inflasi terbesar. Di Papua Barat, kelompok ini memberi andil inflasi 0,27 persen dengan komoditas utama seperti ikan cakalang, beras, dan bawang merah.
Sedangkan di Papua Barat Daya, andil inflasi dari kelompok yang sama mencapai 0,76 persen. Komoditas penyumbang inflasi terbesar ialah beras, minyak goreng, dan kangkung.
Merry menegaskan, kondisi deflasi bulanan menjadi sinyal positif, namun tetap perlu diwaspadai karena konsumsi masyarakat biasanya meningkat menjelang akhir tahun.
“Pemerintah daerah dan TPID perlu terus memantau harga kebutuhan pokok, terutama beras, ikan, dan komoditas hortikultura yang berpotensi kembali mendorong inflasi,” ujarnya. (dra)





















