MANOKWARI,KLIKPAPUA.com— Pengacara salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah daerah KPU Fakfak berinisial YCM, Patrix Barumbun – Tangdirerung, SH, berharap agar Kejaksaan Negeri Fakfak benar-benar menyeret pihak yang seharusnya lebih bertanggungjawab dalam kasus tersebut.
Pihak dimaksud adalah mereka yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana hibah daerah itu maupun yang turut menikmati aliran dananya secara melawan hukum.
“Sebagaimana berita yang berkembang bahwa penyidik masih melakukan pengembangan, sehingga tidak tertutup kemungkinan muncul tersangka baru yang akan membuat kasus ini lebih terang. Kami sangat dukung itu dan saya yakin hal itulah yang dinanti-nanti oleh masyarakat,” kata Patrix, Sabtu (18/2/2023).
Hal ini disampaikan Patrix saat setelah mengungkap suasana kebatinan kliennya dari balik sel tahanan di Lapas Kelas II B Fakfak. Ia mengatakan, walau tegar menghadapi masalah, kliennya merasa telah dijebak dan dikorbankan dalam kasus tersebut.
Mengapa begitu? Di KPU Fakfak, jelasnya, YCM adalah bendahara APBN. Dalam posisi itu, ia tidak punya kewenangan untuk mengatur keuangan kegiatan Pilkada atau terkait tansaksi keluar masuknya uang. Tugasnya hanya merevisi anggaran hibah APBD ke dalam APBN.
Karena tidak bersinggungan dengan pengaturan dana hibah tersebut, sejak tahap perencanaan, jelas Patrix, YCM tidak pernah diminta oleh pimpinannya maupun oleh tim keuangan KPU untuk membantu menyusun RKA.
“Bahkan ia tidak mengetahui asumsi-asumsi penyusunan RKA dana hibah itu, juga soal kenapa nilainya bisa mencapai 40 miliar. Saat penandatanganan hibah, dia tidak terlibat. YCM tak menikmati aliran dana apapun secara melawan hukum yang bersumber dari dana itu,” jelasnya. “Karena itulah ia merasa dikorbankan dan dijebak”.
Menurut Patrix, ada relasi kuasa antara YCM dengan Sekretaris yang harus dilihat oleh penyidik dalam kaitannya dengan peran YCM. Peran itu yakni ketika YCM diperintah oleh pimpinannya untuk melakukan transfer sebanyak dua kali yakni sebesar 200 juta dan 150 juta rupiah. Transfer itu dilakukan dalam keadaan cek sudah ditandatangi oleh bendahara APBD dan sekretaris.
Niat yang muncul sebagai staf dalam peristiwa itu adalah menjalankan perintah pimpinannya yang sedang sakit untuk melakukan transfer. Tak lebih dari itu.
Dalam sudut pandang YCM, cek tersebut legal karena sudah ditandatangani. “Pada akhirnya salah satunya karena itu ia ditetapkan sebagai tersangka. Seolah-olah YCM menyalahgunakan wewenang. Klien kami merasa itu tuduhan yang tendensius. Seharusnya yang diproses adalah yang bertandatangan dan menyuruh karena itu berarti mereka punya wewenang. Situasi ini yang membuat klien kami terpukul. Niat baik dan ketaatannya dimanipulasi seolah-olah sebagai niat jahat. Ia merasa dikorbankan, bahkan dijebak! Dalam sejumlah berita yang dirilis dari pihak kejaksaan sudah terang dan jelas bahwa YCM diperintah,” paparnya.
Patrix mengatakan sejauh ini YCM cukup kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik. Kamis (16/2) YCM juga diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka OCW dan dilanjutkan pada Jumat (17/2).
Dari kejaksaan, sekitar pukul 12.00 keduanya dikembalikan ke tahanan dalam keadaan tangan terborgol. “Kami sudah mendapat pemberitahuan resmi dari Kejari Fakfak bahwa pemeriksaan klien kami sebagai tersangka akan dilanjutkan pada Senin (20/2) nanti, ” terangnya. (rls)