Survei Litbang Kompas, Orang Mabuk Masalah Utama di Papua Barat

0
Peneliti Utama Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas, Be Satrio saat mempersentasekan hasil survei Litbang Kompas dihadapan Kapolda,Wakapolda,Pejabat Utama dan para Awak Media di Mapolda, Kamis (19/9/2019). (Foto : Klikpapua.com)

MANOKWARI,KLIKPAPUA.COM— Survei Litbang Kompas menyatakan masalah utama di wilayah Papua Barat ternyata bukan masalah gangguan keamanan. 40,9 persen responden mengatakan masalah utama adalah orang mabuk.

Masalah berikut baru pencurian, perkelahian, bawah motor ngebut, kekerasan dan pemerkosaan. Ini sesuai hasil survei penilaian yang dipaparkan Peneliti Utama Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas, Be Satrio dihadapan Kapolda Papua Barat, pejabat utama Polda dan para awak media di Manokwari, Kamis (19/9/2019).

Survei ini menggunakan metode kuantitatif, wawancara tatap muka mendalam menggunakan kuisioner, responden 17-65 tahun, laki-laki perempuan proporsional (50:50).

Wilayah penelitian di sebagian besar wilayah Papua Barat, meliputi Kota Sorong, Sorong Selatan,Maybrat, Fakfak, Tambrauw, Manokwari, Mansel, Pegaf, Teluk Wondama dan Kaimana. “Jumlah responden 270 dan waktu pelaksanaan 11 Juni-19 Juli,yang melibatkan mahasiswa asal Manokwari dan sebagian dari Sorong,” jelas Satrio.

Dilihat per daerah, sesuai hasil survei Litbang Kompas, ternyata hampir semua daerah di Papua Barat yang menjadi perhatian masyarakat adalah masalah miras.

Sesuai tingkat masalah, di Kota Sorong masalah utama adalah miras. Kabupaten Sorsel miras, konflik antar warga, penjambretan. Kabupaten Maybrat, konflik antar warga, miras, pungli, polisi yang kurang responsif. Di Kabupaten Fakfak lagi-lagi miras, KDTR, konsumsi lem. Kabupaten Tambrauw lagi-lagi miras, polisi kurang responsif,keterbatasan personil. Kabupaten Manokwari dan Manokwari Selatan, masalahnya konflik antar warga, miras, KDRT, narkoba, pemerkosaan, pembunuhan dan konflik batas tanah. Kabupaten Pegaf  juga miras masih jadi persoalan utama, menyusul KDRT, pungli, polisi kurang responsif. Kabupaten Teluk Wondama, miras, KDTR, kekerasan aparat polisi. Kaimana, miras, KDRT,konsumsi lem, konflik batas tanah. “Tampaknya di semua wilayah, merata masalahnya adalah orang mabuk. Ini masalah utama yang dirasakan warga di Papua Barat,” jelas Satrio lagi.

Terkait kepuasan warga terhadap kondisi keamanan, 60,7 persen masyarakat merasa puas. Sementara yang tidak puas 13,3 persen. Bagi responden yang tidak puas, dijelaskan Satrio, ketika ditanya, lagi-lagi jawabannya adalah karena banyak orang mabuk. “Ketika ditanya apakah polisi sudah baik dan ramah kepada warga, 75 persen responden merasa bahwa polisi sudah baik dan ramah terhadap warga. Hanya 24 persen responden yang mengatakan polisi belum ramah,” kata Satrio.

Apakah polisi pernah memukul orang,11 persen respoden mengaku pernah melihat langsung, dari media, teman, keluarga dan bahkan ada yang langsung menjadi korban. “Jadi image polisi umumnya di masyarakat Papua Barat sudah positif,” katanya.

Apakah ada polisi yang tidak baik,70,6 persen responden mengatakan  tidak ada. Tapi masih ada 9 persen warga yang melihat polisi masih melakukan perbuatan tidak baik. “Lagi-lagi paling tinggi adalah mabuk. Jadi polisi ikut-ikut mabuk dengan warga, judi dan polisi masih memukul,” ungkapnya.

Dikalangan pemuda Papua Barat, sesuai survei Litbang Kompas, cenderung mereka takut ketika melihat polisi. 51 persen pemuda takut dan hanya 37,8 pemuda yang mengaku tidak takut. “Ini menjadi tantangan polisi untuk lebih mendekatkan diri ke orang-orang muda. Terutama orang muda asli Papua,” kata Satrio.

Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan hasil survei ini membuat Polda Papua Barat semakin jelas dalam mempersiapkan program, bahwa pemberantasan miras harus lebih kuat. “Kita lihat sendiri penyakit masyarakat masih miras. Dan masyarakat tidak suka, karena masih melihat polisi juga miras,” kata Kapolda.

Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak memberikan penjelasan alasan pihaknya mengandeng Survei Litbang Kompas.

Hasil survei ini akan menjadi bahan evaluasi bagi Polda Papua Barat untuk dinalisi kembali untuk dituangkan dalam program. “Pejabat utama untuk memperhatian ini,” imbuhnya.

Ketua PWI Papua Barat, Bustam mengapresiasi bentuk keterbukaan Polda Papua Barat dalam menilai kinerjanya. Dan berharap survei tersebut bisa dilakukan setiap tahun dalam mengukur kinerja Polda Papua Barat dalam tahun berjalan.

Kapolda sepakat keterbukaan yang dilakukan Mapolda Papua Barat dapat dilakukan setiap tahun. “Bahkan akhir Desember kalau bisa dilakukan lagi, supaya kita bisa melihat ada perubahan tidak,” jelasnya.

Kembali ke Satrio, mengatakan, dari semua Polda yang ada di Indonesia, hanya  Polda Papua Barat yang secara khusus melakukan survei tersebut. Ini salah satu bentuk keterbukaan yang dilakukan polisi guna menghimpun masukan dari masyarakat, yang melibatkan lembaga independen dan terpercaya. (bm)

 

 

 


Komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.